Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Upaya Korea Utara untuk Tingkatkan Hubungan dengan China

#Fokus Sepekan l 2020-05-14

ⓒ YONHAP News

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un berfokus pada upaya diplomasi dengan China, setelah ia kembali muncul di hadapan publik. Pada tanggal 7 Mei, Kim mengirim pesan kepada Presiden China, Xi Jinping untuk menyampaikan ucapan selamat kepada China karena berhasil memenangi perang melawan COVID-19. Pesan itu datang pada saat Korea Utara dan China sedang bersiap untuk memulihkan ekonomi masing-masing setelah cukup mengendalikan penyebaran COVID-19. Berikut adalah keterangan lebih lanjut dari komentator politik, Kim Hong-kuk. 


Dalam pesan itu, pemimpin Korea Utara sangat menghargai presiden China yang berhasil menang dalam perang melawan pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kim juga memuji Xi yang menangani situasi secara keseluruhan dengan cara yang strategis. Dia menyatakan komitmennya untuk meningkatkan hubungan dengan China, sembari menyoroti nilai-nilai aliansi bilateral. Terkait hal itu, pejabat pemerintah China baru-baru ini melakukan inspeksi atas pencegahan penularan COVID-19 di Dandong, provinsi Liaoning yang berbatasan langsung dengan Korea Utara. Tampaknya kedua negara sedang membahas kerja sama dalam penanganan COVID-19 yang dapat mengarah pada kerja sama ekonomi bilateral. Korea Utara tampaknya hendak meminta bantuan China untuk melakukan berbagai kerja sama, mulai dari bidang kesehatan, ekonomi, hingga investasi. Tampaknya keduanya akan menyetujui beberapa kebijakan dan perhatian kini tertuju pada perkembangan persahabatan mereka ke depannya.


Dalam sidang pleno Komite Sentral Partai Buruh Korea pada akhir tahun lalu, Kim Jong-un berjanji akan membuat terobosan untuk mengatasi sanksi yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS) dan masyarakat internasional, serta membangun ekonomi mandiri. Namun, setelah COVID-19 merebak di China, Korea Utara harus segera menutup perbatasannya dengan China. Langkah Itu dapat dipahami, mengingat infrastruktur medis negaranya yang buruk. Tetapi penutupan perbatasan berdampak besar pada ekonomi Korea Utara, yang hampir seluruhnya bergantung pada perdagangan dengan China.


Saat ini, prioritas utama dalam pengelolaan tugas kenegaraan Kim Jong-un adalah meningkatkan mata pencaharian publik dan mencapai pertumbuhan ekonomi secara mandiri. Kim mengunjungi pabrik pupuk di Sunchon dalam kegiatan publik pertamanya setelah menghilang dari hadapan publik selama 20 hari. Pada saat itu, pemimpin Kim memotong pita di upacara yang menandai rampungnya pembangunan pabrik. Tentunya pabrik itu harus dilengkapi dengan fasilitas produksi yang diperlukan sebelum mulai beroperasi. Tetapi banyak analis yang mengatakan bahwa Korea Utara tidak cukup mampu untuk mengoperasikannya. Terlebih lagi ada banyak proyek ekonomi lain yang perlu dikerjakan oleh negaranya pada tahun ini. Itulah sebabnya saat ini Korea Utara jauh lebih membutuhkan bantuan dari China dibandingkan sebelumnya.


Di tengah penutupan perbatasan yang berkepanjangan, ketidakpuasan dan kritik dari publik semakin meningkat di Korea Utara. Rezim Kim Jong-un benar-benar membutuhkan kerja sama dengan China untuk memerintah negara dengan cara yang lebih stabil dan memperkuat persatuan internal. Pemimpin Kim menginstruksikan para pejabatnya untuk menyelesaikan pembangunan rumah sakit umum di Pyongyang pada peringatan 75 tahun pendirian Partai Buruh Korea yang jatuh pada tanggal 10 Oktober. Tetapi sangat sulit bagi Korea Utara untuk memenuhi tujuan itu tanpa bantuan dari China, karena bahan bangunan dan peralatan medis yang kurang memadai. Korea Utara juga akan sulit untuk mempersiapkan fasilitas produksi untuk pabrik pupuk di Sunchon secara mandiri. Untuk menemukan terobosan dalam kebijakan ekonomi, Korea Utara menghubungi China untuk meminta bantuan.


Menanggapi pesan Kim Jong-un, Presiden Xi Jinping juga mengirim pesan kepada Kim pada tanggal 8 Mei untuk menunjukkan hubungan yang dekat antara kedua sekutu komunis. Mengenai tanggapan cepat Presiden China terhadap pesan pemimpin Korea Utara itu, beberapa pengamat mengatakan bahwa China sedang berupaya untuk mengamankan sekutu yang setia dalam pertempuran berkelanjutan melawan AS. Presiden AS, Donald Trump dan pejabat tinggi pemerintahan AS baru-baru ini mengklaim bahwa pandemi COVID-19 berasal dari sebuah laboratorium di Wuhan, sembari menyalahkan China atas merebaknya wabah tersebut.


Sekitar satu per tiga dari kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di seluruh dunia ditemukan di AS. Di tengah situasi tersebut, AS menjelaskan bahwa China adalah penyebab awal dari pandemi global ini. Tentunya, China membantah hal tersebut dan sebaliknya menyalahkan AS. Di tengah permainan saling menyalahkan terkait COVID-19, China menggunakan Korea Utara dalam langkah strategis untuk membenarkan posisinya dan menghadapi AS secara efektif. Dengan kata lain, China berusaha untuk mendorong Korea Utara untuk ikut menuduh AS dan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap AS. Jadi, selain kerja sama pencegahan COVID-19 dan persahabatan dengan Korea Utara, China juga memiliki tujuan politik untuk mengamankan sekutu, yaitu Korea Utara, demi meningkatkan kekuatan melawan AS.


Sementara itu, Kim Jong-un mengirim pesan kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin pada tanggal 9 Mei dalam rangka peringatan 75 tahun kemenangan Uni Soviet dalam Perang Dunia II. Ini adalah kali pertama dalam lima tahun sejak tahun 2015, pemimpin Korea Utara mengirim pesan kepada pemimpin Rusia untuk menandai peringatan tersebut. Sikap Korea Utara terhadap China dan Rusia jelas berbeda dengan sikapnya terhadap Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan telah menyatakan komitmen yang kuat untuk melakukan kerja sama ekonomi antar-Korea sejak awal tahun ini, tetapi Korea Utara tetap acuh tak acuh. 


Korea Utara mengirim pesan persahabatan ke China dan Rusia yang telah memberikan bantuan ekonomi kepada Korea Utara, sementara Korea Utara mendesak Korea Selatan untuk melakukan lebih banyak upaya demi memecahkan kebuntuan hubungan antara Korea Utara dan AS. Namun, baik China maupun Rusia, sebenarnya sulit untuk mendukung Korea Utara untuk saat ini, meskipun Korea Utara terus berjuang di tengah kesulitan ekonomi. Diperkirakan akan ada saat ketika Korea Utara dapat membuat keputusan strategis untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Selatan. Namun Korea Selatan tidak boleh terlalu optimis maupun pesimis dalam setiap situasi. Korea Utara sangat enggan untuk mengubah sikapnya. Oleh karena itu, Korea Selatan perlu bersabar dan memandang kerja sama antar-Korea berdasarkan perspektif yang lebih panjang. Pada akhirnya, pintu dialog dan kerja sama antar-Korea pasti akan terbuka.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >