Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Majelis Nasional Korea Selatan ke-20 Berakhir

2020-05-23

Warta Berita

ⓒYONHAP News

Majelis Nasional Korea Selatan telah meloloskan 133 undang-undang dalam sidang paripurna terakhir yang berlangsung pada tanggal 20 Mei lalu. Dengan demikian, Majelis Nasional Korea Selatan ke-20 telah berakhir. Majelis Nasional ke-20 dinilai sebagai parlemen yang terburuk dalam sejarah Korea Selatan karena rasio undang-undang yang diloloskan hanya berhenti di angka 36 persen.


Undang-undang insiden masa lalu yang diloloskan menyatakan bahwa pembentukan kembali sebuah komite pemeriksaan untuk menyatakan kebenaran atas pelanggaran hak asasi manusia yang telah terjadi di masa lalu. Jika undang-undang ini berlaku, insiden pembunuhan massal penduduk sipil di masa Perang Korea akan diperiksa kembali.


Parlemen juga meloloskan rancangan undang-undang dukungan pencari pekerjaan untuk memberikan 500 ribu won per bulan selama enam bulan bagi para pemuda, wiraswasta kecil, dan penduduk berpenghasilan rendah. Selain itu, para seniman Korea Selatan akan dapat mendaftarkan diri untuk asuransi ketenagakerjaan dan warga negara asing yang menetap di Korea Selatan dalam jangka pendek diharuskan untuk melaporkan alamat penginapannya dalam masa krisis penyakit menular.


Majelis Nasional ke-20 dinilai yang terburuk dalam sejarah karena menjalani masa jabatannya selama empat tahun dengan penuh konflik, pertentangan, dan aksi mogok kerja meskipun ada harapan dari masyarakat untuk mengontrol dan menyeimbangkan sistem partai berkuasa yang berskala kecil dan partai oposisi yang berskala besar.


Permulaan Majelis Nasional Korea Selatan ke-20 sebenarnya tidak lancar. Pada tahun pertamanya, ada demonstrasi anti pemerintah yang keras dan permakzulan Mantan Presiden Park Geun-hye. Setelah itu, pemilihan presiden yang lebih awal dilakukan dan Presiden Moon Jae-in terpilih sebagai presiden Korea Selatan yang baru pada tahun 2017. Oleh karena itu, kondisi partai berkuasa dan oposisi terbalik lalu konfliknya semakin keras.


Sejak akhir tahun 2018, konflik antara partai berkuasa dan oposisi memuncak dengan isu rancangan undang-undang (RUU) yang diajukan dengan legislasi jalur cepat. Partai berkuasa, Partai Demokrat Korea berkoalisi dengan partai kecil-kecil dan memaksakan legislasi RUU tentang pemilihan pejabat pemerintah dan pembentukan Badan Investigasi Tindak Kriminal Pejabat Tinggi Negara. Sedangkan partai oposisi utama, Partai Kebebasan Korea menetangnya sekuat mungkin. Kemudian, skandal mantan Menteri Kehakiman Korea Selatan, Cho Kuk membuat konflik antara partai berkuasa dan oposisi semakin panas dan akhirnya urusan parlemen tidak dapat berjalan dengan baik.


Oleh karena itu, rancangan anggaran belanja negara diloloskan setelah melewati batas waktunya selama empat tahun dan hanya 9.000 dari 24.000 undang-undang yang dapat diloloskan.


Pada pemilihan umum legislatif ke-21, partai berkuasa berhasil memperoleh 180 kursi parlemen sehingga parlemen dapat dikelola dengan stabil namun di satu sisi juga dikhawatirkan kediktatorannya.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >