Menlu Korsel dan Indonesia Bertemu di Seoul, Bahas Lanjutan Proyek KF-21
2024-03-19 14:40:05
2021-04-24
Pengadilan Distrik Pusat Seoul menolak gugatan ganti rugi kedua yang diajukan oleh sejumlah 20 orang penggugat, warga Korea Selatan yang menjadi korban perbudakan syahwat di masa Perang Jepang, dan keluarga mereka pada hari Rabu (21/04). Putusan pengadilan kali ini berbeda dengan putusan pengadilan sebelumnya tentang kasus yang sama pada bulan Januari lalu.
Pengadilan Seoul mengambil keputusan tersebut berdasakan hukum internasional yang memungkinkan suatu negara mendapatkan hak kekebalan dari gugatan perdata di pengadilan asing. Namun, pihak penggugat mengklaim hak kekebalan tersebut tidak berlaku pada kasus mereka karena pengambilan paksa wanita perbudakan syahwat oleh Jepang merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Mereka juga mengatakan bahwa jika hak kekebalan tersebut diakui, maka keputusan pengadilan itu melanggar undang-undang dasar Korea Selatan yang menjamin hak setiap orang untuk diadili.
Terkait klaim penggugat itu, pihak pengadilan menyatakan Korea Selatan belum mempunyai peraturan tentang ruang lingkup hak kekebalan dari gugatan perdata di pengadilan asing dan juga belum menjalin perjanjian apa pun tentang hal tersebut.
Akan tetapi, pihak pengadilan juga menyatakan kurangnya upaya pemerintah Korea Selatan untuk menyelesaikan masalah korban wanita perbudakan syahwat. Pihaknya menilai kesepakatan Korea Selatan dan Jepang tahun 2015 tentang wanita perbudakan syahwat dapat memenuhi permintaan para korban. Kesepakatan itu berisi pendirian sebuah yayasan bagi para korban wanita perbudakan syahwat dengan dana dari Jepang.
Sebelumnya pada bulan Januari lalu, pengadilan distrik Seoul memenangkan gugatan 12 orang nenek wanita korban perbudakan syahwat. Saat itu, pengadilan menyatakan hak kekebalan tidak dapat diterapkan pada kejahatan yang tidak manusiawi dan pemerintah Jepang harus memberikan kompensasi kepada para wanita korban perbudakan syahwat.
Isi gugatan yang dilayangkan sama, namun keputusan yang dikeluarkan berbeda. Satu putusan mengakui tanggung jawab Jepang untuk memberikan kompensasi, sedangkan putusan lainnya mengakui kesepakatan Korea Selatan dan Jepang tahun 2015 sebagai solusi permasalahan tersebut.
Akibat dua putusan pengadilan yang berbeda tersebut, pemerintah Korea Selatan sulit untuk mengambil tindakan terhadap Jepang terkait soal wanita perbudakan syahwat. Keputusan pengadilan baru-baru ini tampaknya dapat meringankan beban pemerintah Korea Selatan. Lain halnya saat putusan pengadilan Korea Selatan yang pertama dikeluarkan, pemerintah Jepang menentang keras putusan tersebut dan menyebabkan kebekuan hubungan antara Korea Selatan dan Jepang.
Walau dengan adanya keputusan pengadilan yang menguntungkan Jepang ini, namun hubungan Seoul dan Tokyo tidak dapat langsung membaik, mengingat masih banyaknya konflik yang dihadapi kedua negara. Diantaranya, keputusan pengadilan Korea Selatan mengenai kompensasi bagi para pekerja paksa di masa Perang Jepang dan pembatasan ekspor Jepang terhadap Korea Selatan.
2024-03-19 14:40:05
2024-03-14 15:36:42
2024-02-02 14:21:28