ⓒ YONHAP News

Kelangkaan cairan urea menimbulkan kekacauan di Korea Selatan, khususnya di sektor logistik dan layanan publik, seperti mobil pemadam kebakaran, mobil ambulans, hingga pupuk pertanian. Selain itu, pasokan listrik untuk pengoperasian PLTU batu bara juga bisa terganggu, sehingga kelangkaan tenaga listrik di musim dingin ini menjadi pembicaraan. 

Masalahnya adalah 97 persen urea di Korea Selatan bergantung pada impor dari China. Namun, China menghentikan ekspor urea mulai tanggal 15 Oktober lalu. China memproduksi urea dengan mengekstrak amonia dari batu bara. Namun pasokan batu bara China mengalami gangguan akibat konflik dengan Australia yang merupakan negara pengimpor batu bara ke China. Akibatnya, China membatasi ekspor urea dengan menerapkan proses pemeriksaan yang ketat sebelum ekspor. Karenanya, Korea Selatan yang mengimpor urea dari China terpaksa mengalami gangguan pasokan. Kasus kali ini bukan hanya mengenai kelangkaan cairan urea saja, menunjukkan risiko rantai pasokan industri Korea Selatan. 

Akibat kelangkaan cairan urea kali ini, pengaruh yang erat antara ekonomi, keamanan dan diplomasi telah ditegaskan. Kasus kelangkaan cairan urea kali ini disebabkan oleh konflik diplomatik antara China dan Australia. Masalah diplomasi yang tidak berhubungan dengan Korea Selatan pun menimbulkan kekacauan bagi ekonomi Korea Selatan. Karenanya, masalah keamanan ekonomi sangat penting, sehingga pemerintah harus menyediakan langkah jangka menengah dan panjang, seperti dengan mendiversifikasi negara pengimpor, memproduksi produk secara lokal, dan lain-lain. Pembatasan ekspor oleh Jepang dua tahun lalu menyebabkan krisis bagi perusahaan Korea Selatan. Namun akhirnya Korea Selatan mampu menaikkan daya saing di bidang terkait. Langkah yang lebih seksama sangat dibutuhkan agar kasus kelangkaan cairan urea kali ini dapat menjadi contoh di mana Korea Selatan mengubah krisis menjadi peluang.