Jejeon

Di antara pepatah Korea, ada pepatah yang berbunyi “meninggal dunia pada Hari Cheongmyeong atau meninggal dunia pada Hari Hansik." Hari Hansik adalah hari ke-105 setelah Hari Dongji, atau posisi matahari ke-22 dari antara 24 posisi matahari yang disebut jeolgi dalam bahasa Korea. Hari Hansik jatuh di sekitar tanggal 5 April menurut kalender matahari. Sementara Hari Cheongmyeong adalah posisi matahari ke-5 dari jeolgi dan juga jatuh di sekitar tanggal 5 April kalender matahari. Pada tahun ini, Hari Hansik dan hari Cheongmyeong masing-masing jatuh pada tanggal 4 dan 5 April. Hari Chengmyeong dan Hari Hansik jatuh secara bergantian dengan selisih satu atau dua hari, oleh karena itu, pepatah barusan artinya tidak ada bedanya ketika meninggal dunia pada hari Hansik atau Hari Cheongmeong. Dan dikatakan bahwa pepatah itu berhubungan dengan asal-muasal Hari Hansik. 

Di zaman kuno China, ada seorang bawahan yang sangat setia pada pangeran negara Qin. Namun, pangeran itu tidak memberikan kompensasi apapun setelah dia naik tahta raja. Bawahan yang merasa kecewa dan marah terhadap pangeran itu menyembunyikan diri di dalam gunung, dan pangeran yang menyadari kesalahannya memanggil bawahan itu untuk mengangkatnya sebagai pejabat pemerintah. Namun, bawahan itu tidak ingin keluar dari gunung. Pangeran yang ingin memanggil bawahannya itu dengan segala cara, akhirnya dengan sengaja membakar gunung tersebut agar dia keluar dari sana, namun dia tetap tidak keluar dan akhirnya meninggal dunia di dalam gunung tersebut. Oleh sebab itu, pada hari di mana bawahan itu meninggal dunia, orang-orang tidak menggunakan api dan makan makanan dingin untuk memperingati dia dan hari itu dinamakan sebagai Hari Hansik, yang berarti "makan makanan yang dingin". Di Hari Hansik, ada kebiasaan untuk mengadakan upacara penghormatan nenek moyang, dan berziarah ke makam. 

Yusanga

Jejeon menceritakan seorang perempuan yang berziarah ke makam suaminya. Perempuan di era Joseon yang kehilangan suaminya tidak boleh menikah kembali, dan harus menjalani kehidupan yang sepi. Pada hari musim semi di mana bunga-bunga bermekaran, istri itu berziarah ke makam suaminya dengan membawa berbagai jenis makanan, dan mulai mengeluarkan keluh kesah terhadap suaminya yang lebih dulu meninggalkannya.

Namun, jika berziarah ke makam untuk nenek moyang pada musim semi, suasananya pasti berbeda. Ada lagu yang mengekspresikan pemandangan alam yang indah, yaitu lagu rakyat Provinsi Gyeonggido berjudul "Yusanga". Liriknya mengisahkan, ketika masuk ke gunung dengan tongkat bambu, sepatu jerami, dan gayung kecil, bunga yang berwarna merah dan pohon yang hijau membanggakan keindahannya. 

Hwachosageori

Di Hari Hansik, ada kebiasaan untuk saling membagikan api baru. Pada waktu di mana gas atau listrik masih belum ada, salah satu kewajiban para perempuan adalah menjaga agar api tidak mati. Mereka percaya api yang lama menghilangkan daya hidup. Oleh karena itu, menjelang Hari Hansik dimana rasi bintang yang mengendalikan api terlihat di langit, istana membuat api baru dan membagikannya kepada pemimpin daerah masing-masing. Setelah itu, para pemimpin daerah tersebut membagikannya api yang baru tersebut kepada para penduduk. 

Kebiasaan makan makanan yang dingin di Hari Hansik sebenarnya muncul ketika ada tenggang waktu yang muncul setelah mematikan api lama dan menunggu hingga menerima api yang baru, bukan untuk memperingati bawahan yang meninggal dunia di zaman kuno China.

Sementara Hari Cheongmyeong dipercaya sebagai hari yang memiliki daya hidup yang kuat, sehingga hari penghijauan jatuh tepat pada tanggal 5 April. Ada kebiasaan untuk menanam pohon demi anak-anaknya di Hari Cheongmyeong. Pohon itu digunakan sebagai bahan untuk lemari pakaian apabila anak tersebut tumbuh dewasa dan menikah. Kebiasaan itu mengandung doa agar manusia terus meneruskan generasinya dengan daya hidup yang aktif dari alam.