Lagu Empat Musim

Setiap masa pergantian musim, ada lagu yang terbayang di dalam benak kita, yaitu lagu pendek atau disebut danga, berjudul "Lagu Empat Musim" yang mengibaratkan kehidupan manusia dengan empat musim. Katanya, kecepatan berlalunya waktu sama dengan penuaan usia. Ketika masih anak-anak, kita ingin cepat menjadi dewasa. Namun pada suatu hari, waktu terasa sangat cepat berlalu. Karenanya, kita sering menyesali kehidupan yang kita lewati begitu saja layaknya musim semi, panas, gugur dan dingin yang berlalu. "Lagu Empat Musim" mengajak kita untuk bermain dengan orang-orang yang baik hati, ketika situasi mengizinkan. 

Lagu Badut

Danga berarti lagu pendek yang biasanya dinyanyikan sebelum sajian pansori yang memiliki cerita yang panjang. Karenanya, kebanyakan lagunya berdurasi kurang lebih empat menit, dan mengandung isi mengenai perjalanan, kesetiaan terhadap orang tua dan keteladanan tokoh ternama. Kali ini, kami memperkenalkan lagu pendek berjudul "Lagu Badut" atau "Gwangdaega". Lagu itu sebenarnya dibuat oleh Shin Jae-hyo pada akhir era Joseon, namun iramanya telah terlupakan. Karenanya, maestro Park Dong-jin menambahkan irama baru pada alur cerita lagu ini. Lagu tersebut menceritakan sikap badut atau penyanyi yang menyajikan pansori. 

Jukjang Manghye

Belakangan ini, lagu jenis danga jarang dinyanyikan, sehingga dibuat pementasan khusus yang hanya menyajikan danga saja atau juga dilantunkan bersama permainan gayageum. Kali ini, maestro Park Gui-hee menyajikan lagu danga berjudul "Jukjang Manghye" yang diiringi dengan permainan gayageum. Jukjang berarti tongkat bambu dan manghye berarti sepatu yang dibuat dengan rami. Sepatu itu lebih baik daripada sepatu jerami, namun kurang baik daripada sepatu kulit. Jika ditambah dengan kata 'danpyoja' yang artinya gayung kecil, maka menjadi 'Jukjang Manghye Danpyoja'. Istilah itu berarti penampilan sederhana seseorang untuk bepergian.