Pyeongsijo, Dongchangi

Di era Dinasti Joseon, seorang sarjana dan politisi, Nam Gu Man, diasingkan ke Provinsi Gangwondo setelah ia terlibat dalam perselisihan politik kerajaan. Di sana ia sangat dihormati penduduk setempat karena mengajarkan baca tulis dan membantu mengembangkan perekonomian lokal. Salah satu puisi yang ia tulis dalam pengasingannya adalah Dongchangi atau Jendela Timur, puisi yang sampai saat ini terus menjadi puisi favorit masyarakat Korea untuk mencari semangat hidup. Puisi ini mendorong petani untuk giat bercocok tanam, murid-murid untuk rajin belajar, nelayan untuk bekerja keras dan pegawai pemerintah untuk setia kepada negara dan melayani rakyatnya. Ini adalah cara cendekiawan untuk dengan lembut memberi nasihat kepada setiap orang agar memenuhi perannya di masyarakat.  

Chukwongyeong

Selain membuat resolusi tahun baru, dulu masyarakat Korea menggantung saringan di pintu, menggantung lukisan di kamar atau melompat di atas jungkat-jungkit. Saringan dinilai bisa mencegah roh jahat masuk ke rumah karena ia akan sibuk menghitung lubang saringan dari malam sampai pagi. Lukisan bergambar jenderal yang gagah dan pemberani, harimau atau naga juga dipercaya bisa mengusir roh jahat. Orang Korea zaman dulu juga berkeliling memainkan alat musik untuk menghibur para dewa atau mengundang pembaca doa Budha untuk memohon kebahagiaan keluarga. Semua tradisi ini adalah untuk mengusir nasib buruk dan membawa keberuntungan di tahun baru, seperti dalam lirik lagu Chukwongyeong yang berarti Kitab Doa.

Jowangpuri

Lagu Jowangpuri, sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Jo Sang Yong menceritakan tentang sosok Dewa Jowang yang merupakan dewa penjaga rumah tertinggi dan bertanggungjawab atas urusan dapur rumah. Melayani Dewa Jowang dengan sebaik-baiknya, dipercaya bisa memberikan banyak rezeki dan kesehatan untuk semua anggota keluarga. Mari kita dengarkan bersama-sama Jowangpuri sambil berdoa memohon agar keluarga kita diberkati dengan kebahagiaan sepanjang tahun.