Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Kumpulan Isu

Kemlu Korsel Bantah Klaim Jepang Bahwa Korsel Setuju Tidak Gunakan Istilah “Budak Seks” untuk Wanita Perbudakan Syahwat

2019-11-12

Warta Berita

ⓒKBS News

“Budak seks” yang merujuk pada apa yang disebut korban wanita penghibur oleh militer Jepang di masa perang, sudah diterima secara global. Dengan kata lain, tidak ada kontroversi mengenai hal ini. Demikian pula, klaim Jepang dari laporan tahunan yang diterbitkan tahun ini oleh Kementerian Luar Negeri Jepang bahwa “budak seks” bukanlah ekspresi yang akurat dan tidak boleh digunakan, tidaklah layak. Pokok tuntutan Jepang tersebut adalah bahwa pemerintah Korea Selatan juga menyetujui untuk tidak menggunakan ungkapan tersebut. Dalam hal ini, Korea Selatan mengatakan hanya setuju bahwa pemerintahnya akan menggunakan "masalah perbudakan syahwat oleh militer Jepang" sebagai istilah resmi untuk merujuk pada para korban. Artinya tidak ada hubungannya dengan penggunaan ungkapan “budak seks.”


Tidak dilaporkan mengapa Tokyo menambahkan penjelasan tentang “budak seks” secara mendadak dalam laporan diplomatik kementerian tersebut. Bahkan tidak ada bukti bahwa Korea Selatan ikut menyetujui untuk menghindari penggunaan ungkapan tersebut dalam kesepakatan bilateral pada bulan Desember 2015 yang berupaya menyelesaikan masalah perbudakan syahwat. Kementerian Luar Negeri Jepang masih belum menyampaikan tanggapannya.


“Budak Seks” sudah digunakan secara luas di masyarakat internasional saat ini. Korban militer Jepang dieksploitasi dengan cara dirampas kebebasan mereka dan melawan kehendak mereka. Pihak Jepang mencoba untuk menghindari ungkapan tersebut sebanyak mungkin. Pemerintah Jepang memang menggambarkan bahwa korban perbudakan syahwat tidak dikerahkan secara paksa, maka tidak ada tanggung jawab pemerintah. Seorang warga Jepang untuk pertama kalinya menetapkan korban itu sebagai “budak seks.” Pengacara warga Jepang pada tahun 1992 melontarkan klaim itu untuk pertama kalinya di hadapan PBB, dan ia mengkritik laporan kementerian luar negeri Jepang terbaru, dengan mengutip bahwa “ada tulisan omong kosong (tidak tepat dan tidak layak)”.


Istilah itu kemudian sudah digunakan oleh badan dan organisasi  internasional secara resmi. Salah satunya dalam laporan PBB yang dibuat pada tahun 1996 oleh Radhika Kumaraswamy, pelapor khusus PBB untuk kekerasan terhadap wanita di seluruh dunia. Dalam laporan ini, dia juga menangani “masalah perbudakan syahwat oleh militer Jepang” sebagai judul terpisah “wanita penghibur.” Menurutnya, militer Jepang melakukan kebijakan yang sistematis agar perempuan secara paksa diculik dan dikerahkan sebagai budak seks. Untuk laporan itu, dia mengunjungi Korea Selatan dan Korea Utara serta Jepang agar menangani masalah perbudakan syahwat secara mendalam. Laporan itu memuat definisi istilah tersebut, latar belakang sejarah, dan kesaksian korban, bahkan mengandung tanggung jawab setiap pemerintah.


Oleh karena itu, “budak seks” bukanlah hanya klaim dari Korea Selatan, tetapi konsep yang diterima secara luas oleh komunitas internasional. Meskipun pihak Jepang tidak menggunakan istilah tersebut, namun fakta sejarah tidak dapat diubah.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >