Menlu Korsel dan Indonesia Bertemu di Seoul, Bahas Lanjutan Proyek KF-21
2024-03-19 14:40:05
Partai berkuasa dan partai oposisi utama sepakat menunda pemungutan suara untuk rancangan revisi kontroversial undang-undang arbitrase pers hingga sesi rapat pleno tanggal 27 September mendatang.
Pada awalnya, Partai Demokrat Korea berniat melanjutkan proses pengesahan revisi UU itu walaupun mendapatkan protes keras dari kubu oposisi dan masyarakat. Namun, kesepakatan dicapai dalam pertemuan antara ketua fraksi Partai Demokrat dan Partai Kekuatan Rakyat yang terakhir pada hari Selasa (31/08). Di bawah kesepakatan itu, kedua partai berencana untuk membentuk badan konsultatif beranggotakan 8 orang dari kedua partai dan media, serta pakar administrasi untuk mencari cara lebih lanjut merevisi rancangan undang-undang itu. Namun, belum dapat dipastikan apakah badan konsulatif itu dapat mencapai sebuah kesepakatan dalam waktu kurang dari satu bulan.
Masalahnya cukup jelas, yaitu pembuatan sistem hukuman ganti rugi. Dari sisi partai berkuasa, sistem tersebut berupa penerapan ganti rugi maksimal lima kali lipat atas pemberitaan palsu dan manipulatif yang disengaja atau karena kelalaian. Akan tetapi, kriteria kesengajaan dan kelalaian serta besaran ganti rugi menjadi hal yang cukup sulit untuk disepakati.
Sebelumnya, partai berkuasa secara sepihak meloloskan revisi UU arbitrase pers walaupun partai oposisi meninggalkan rapat komite sebagai aksi protes. Namun, protes keras partai oposisi dan memburuknya opini masyarakat, akhirnya partai berkuasa mengundurkan tekadnya pada bulan Agustus. Diketahui bahwa Kantor Kepresidenan Cheongwadae berperan dalam keputusan partai berkuasa tersebut.
Penundaan yang dilakukan oleh partai berkuasa dianalisis disebabkan adanya pandangan buruk dari masyarakat di dalam maupun luar negeri mengenai revisi UU yang dinilai sebagai penindasan terhadap pers.
Partai Demokrat berargumen bahwa UU arbitrase pers merupakan langkah paling kecil untuk mencegah kerugian akibat berita palsu. Sedangkan Partai Kekuatan Rakyat mengkritik bahwa UU itu dibuat untuk mengekang pers dan berasal dari ide diktator yang memimpikan pemerintahan tanpa pers.
Sejumlah media utama di dunia mengkritik UU tersebut dan adapun sebagian anggota partai berkuasa yang mengkhawatirkan pembuatan UU yang tidak masuk akal akan menambah beban politik.
Partai Kekuatan Rakyat berpendapat sistem hukuman ganti rugi harus dihapus dari revisi UU tersebut. Sedangkan Partai Demokrat berpendapat bahwa amandemen UU tersebut akan kehilangan maknanya tanpa sistem hukuman itu. Oleh karena itu, diperkirakan kesepakatan akan sulit dicapai dalam masa kurang dari satu bulan.
2024-03-19 14:40:05
2024-03-14 15:36:42
2024-02-02 14:21:28