ⓒ KBS News

Isu tentang hak asasi perempuan terus didiskusikan di seluruh dunia. Korea Utara memang memiliki kerangka kelembagaan untuk mengakui perempuan sebagai individu yang mandiri. Negara komunis ini juga sudah memberlakukan undang-undang yang bertujuan untuk mendorong  kesetaraan gender dan mengatur berbagai sistem hukum untuk menjamin hak-hak wanita. Korea Utara bergabung dengan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada 2001 dan pada 2010, negara tersebut membuat Undang-Undang Hak Asasi Perempuan dengan ketentuan yang sangat spesifik untuk melindungi hak-hak kaum wanita.  

Langkah dan kebijakan Korea Utara untuk meningkatkan status perempuan dapat dilihat di berbagai bidang. Misalnya di bidang politik,  Majelis Tertinggi Rakyat yang setara dengan Majelis Nasional Korea Selatan menunjukkan persentase anggota perempuan yang relatif tinggi. Korea Utara juga secara agresif membuat kebijakan untuk membantu perempuan dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak yang bertujuan menjamin dan mendukung hak perempuan dalam bekerja.

Korea Utara sangat menyadari sulit untuk diakui sebagai negara normal di komunitas internasional kecuali jika sesuai dengan norma dan standar global untuk melindungi hak-hak kaum perempuan. Korea Utara percaya mereka harus menunjukkan upaya untuk mendorong hak-hak wanita sebagai semacam isyarat politik yang bertujuan untuk menghindari kritik internasional. Namun, kenyataannya tidak demikian. Di tambah dengan masyarakat Korea Utara yang masih didominasi dengan budaya patriarki. Dengan kata lain, status perempuan Korea Utara tetap rendah dan hak-hak mereka sebenarnya tidak dilindungi dengan baik.

Masyarakat internasional melakukan berbagai upaya untuk melindungi hak-hak kaum wanita Korea Utara. Namun upaya tersebut gagal membuahkan hasil, karena sikap acuh tak acuh dari otoritas Korea Utara.