ⓒ YONHAP News

Di Korea Utara, mobil telah digunakan secara lebih luas sejak Kim Jong-un berkuasa, seiring dengan pertumbuhan ekonomi pasar. Tentu saja, kecelakaan lalu lintas juga meningkat, sehingga mendorong pihak berwenang untuk secara aktif melakukan pendidikan keselamatan di jalan. Mengemudi saat mabuk dan tidak membawa surat izin, serta tabrak lari ditetapkan sebagai tindakan melanggar ketertiban lalu lintas, sekaligus sebagai tindakan yang menghambat pembangunan kekuatan ekonomi sosialis. 

Korea Selatan mengikuti standar internasional untuk rambu-rambu lalu lintas, sesuai dengan Konvensi Jenewa tentang Lalu Lintas Jalan Raya yang dibuat pada tahun 1949. Sedangkan Korea Utara tidak ikut menandatangani perjanjian internasional itu dan merancang rambu-rambu lalu lintas sendiri. Tanda-tanda rambu lalu lintas di Korea Utara tampak cukup sederhana dan jelas, tetapi banyak dari mereka yang juga cukup asing. 

Dalam hal transportasi umum di Pyongyang, terdapat bus troli pengangkut penumpang, kereta bawah tanah, dan bus kota. Bus troli terlihat seperti bus biasa tetapi dioperasikan di jalan dengan ban karet dan digerakkan dengan tenaga listrik. Bus itu menghubungkan stasiun kereta bawah tanah utama, dengan area komersial dan area perumahan. Bus tingkat mulai muncul pada tahun 2000-an sebagai sarana transportasi publik yang berguna di jam-jam sibuk. Jumlah taksi pun meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. 

Munculnya pasar swasta atau jangmadang memicu meningkatnya permintaan akan sarana transportasi baru yang sangat mempengaruhi lalu lintas jalan di negara itu. Tetapi kendaraan dan bahan bakar sangat terbatas di negara itu. Untuk mengamankan hal-hal yang diperlukan untuk memperluas transportasi darat, Korea Utara harus berinteraksi dengan dunia luar. Demikian pula, sangat penting bagi Korea Selatan dan Korea Utara untuk bekerja sama di bidang ini.