Pemerintah Korea Selatan meluncurkan badan pemerintah-swasta pada hari Senin (04/07) untuk mencari solusi kompensasi bagi para korban kerja paksa pada masa penjajahan Jepang.
Badan tersebut dibentuk untuk mencegah adanya penjualan aset perusahaan Jepang dan untuk mencari solusi yang dapat memuaskan pihak korban dan Jepang, namun pihak korban masih bernegosiasi langsung dengan perusahaan Jepang.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan membuka rapat pertama yang dipimpin oleh Wakil Pertama Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Hyun-dong pada hari Senin secara tertutup.
Rapat tersebut dihadiri oleh 12 orang termasuk pejabat pemerintah, perwakilan korban kerja paksa, akademisi, jurnalis, dan pakar hukum internasional.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menyatakan bahwa pihaknya memutuskan untuk memprioritaskan pembahasan tiga kasus yang tengah menjalani proses kompensasi sesuai keputusan Mahkamah Agung Korea Selatan.
Wakil dari pihak korban meminta kepada pemerintah untuk menyediakan kesempatan untuk berdialog langsung dengan perusahaan Jepang yang bertanggung jawab, dan meminta pihak Jepang untuk menyatakan permintaan maaf terlebih dahulu.
Rapat dewan tersebut dijadwalkan untuk diadakan sekali atau dua kali pada bulan ini dan satu kali pada bulan Agustus.
Sebelumnya, Mahkamah Agung Korea Selatan telah memutuskan pada Oktober dan November 2018 lalu, bahwa Nippon Steel Corporation dan Mitsubishi Heavy Industries harus memberikan kompensasi kepada para korban kerja paksa Jepang.
Namun, perusahaan-perusahaan tersebut menolak untuk memberikan kompensasi, sehingga pihak korban mengajukan gugatan kembali untuk menjual aset perusahaan Jepang yang berada di Korea Selatan.
Pemerintah Jepang terus meminta solusi dari pemerintah Korea Selatan karena penjualan aset perusahaan Jepang di Korea Selatan tidak diperbolehkan dari segi hubungan dua negara.