Partai berkuasa dan oposisi Korea Selatan mengeluarkan tanggapan berbeda mengenai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Presiden Yoon Suk Yeol dengan Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida.
Partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), menilai era baru kemakmuran bersama Korea Selatan dan Jepang telah dibuka. Sementara partai oposisi utama, Partai Demokrat (DP), mengkritik KTT antara Presiden Yoon dan PM Kishida sebagai puncak diplomasi submisif.
Juru Bicara PPP Kang Min-kuk dalam komentarnya pada Jumat (19/03) menyebut hal ini sebagai tanda 'datangnya musim semi bagi hubungan Korea Selatan dan Jepang yang selama ini membeku'.
Dilanjutkannya, sejarah tidak dapat diubah, tetapi masa depan dapat diciptakan bersama, sehingga kedua negara harus bahu-membahu menghadapi krisis demokrasi liberal dan bekerja sama di berbagai bidang demi kepentingan bersama.
Kim menambahkan bahwa KTT Korea Selatan dan Jepang kali ini merupakan ekspresi dari keinginan kuat Korea Selatan untuk memimpin gebrakan menghadapi situasi internasional saat ini dan melompat maju menjadi negara penting di kancah internasional. Ditambahkannya, PPP dan Pemerintahan Yoon Suk Yeol akan mengambil peran dalam masyarakat global.
Sementara Juru Bicara DP Ahn Ho-young dalam komentarnya mengkritik KTT Korea Selatan dan Jepang sebagai diplomasi submisif dan memalukan.
Ahn mengatakan bahwa pemerintah Jepang belum meminta maaf atas masalah kerja paksa di masa penjajahan Jepang, sebaliknya pernyataan PM Jepang untuk meneruskan posisi kabinet sebelumnya dinilai sama sekali tidak bertanggung jawab.
Dilanjutkannya, tidak satu pun perusahaan Jepang yang berpartisipasi dalam pendanaan kemitraan masa depan antara kedua negara memberikan dana kompensasi bagi korban kerja paksa di masa penjajahan Jepang. Pemerintah Jepang tidak meminta maaf mengenai pembatasan ekspor yang diterapkan atas Korea Selatan dan tidak memberikan jawaban jelas mengenai pemulihan status Korea Selatan dalam buku putih perdagangan Jepang.
Juru Bicara DP itu menyerukan agar Presiden Yoon tidak menyesatkan opini masyarakat dengan menyebut diplomasi submisif terhadap Jepang sebagai keputusan yang dibuat demi perbaikan hubungan Korea Selatan dan Jepang yang berorientasi masa depan. Dilanjutkannya, tanpa permintaan maaf dan kompensasi, hubungan bilateral yang berorientasi masa depan adalah penipuan.