Kutinggalkan rumah tanpa bertemu dengan ibu karena tidak ada waktu. Aku akan berjuang dengan berdemonstrasi anti kecurangan pemilu. Seluruh siswa di Korea Selatan termasuk aku dan teman-temanku berjuang demi demokrasi di negara ini. Ibu.. jangan marahi aku yang ikut demonstrasi. Jika kami tidak berdemonstrasi, siapa yang ikut demonstrasi? Aku tahu aku belum bijaksana, namun aku cukup menyadari mana jalan yang terbaik bagi negara dan bangsa. Aku akan berjuang dengan mengorbankan diriku sendiri. Memang, ibu merasa sedih karena mencintaiku, namun mudah-mudahan ibu merasa senang atas tindakan yang kulakukan demi masa depan dan kebebasan bangsa Korea Selatan.
Pada tgl. 19 April tahun 1960, seorang siswi bernama Jin Young-sook yang duduk di bangku kelas 2 SMP wanita Hanseong, pada waktu itu meninggalkan surat tersebut. Namun dia tidak bisa kembali ke pangkuan ibunya. Pada hari itu, pengorbanan banyak siswa termasuk Jin Young-sook dan warga sipil lainnya menjadi titik tolak berkembangnya demokrasi di Korea Selatan. Memasuki tahun 1960, perhatian masyarakat Korea Selatan tertuju pada pemilihan Presiden ke-4 dan Wakil Presiden ke-5 pada tgl.15 Maret. Pemilihan itu diwarnai dengan persaingan antara kubu pasangan Rhee Syng-man dan Lee Gi-bung dari Partai Liberal, dan pasangan Cho Byeong-ok dan Chang Myon dari Partai Demokrat. Namun, hati masyarakat Korea Selatan terhadap pemerintahaan Rhee Syng-man mulai mendingin karena tampuk kekuasaannya yang sudah terlalu lama, korupsi yang merajalela, serta bantuan AS yang semakin berkurang, jumlah penganggur yang semakin meningkat, dll. Saat itu Partai Liberal melakukan kecurangan dengan mendaftarkan nama oran-orang yang telah meninggal di daftar pemilih, mencari massa pendukung dengan menyuap, dll. Demikianlah, keadaan pemilu saat itu. Rhee Syng-man menjadi Presiden dengan memperoleh suara 86% dan Lee Gi-bung menjadi Wakil Presiden dengan suara 74,5%. Akhirnya, Partai Liberal menang mutlak. Namun, kebanyakan warga masyarakat tidak mengakui hasil pemilihan yang dipenuhi kecurangan itu dan akhirnya mereka memprotes keras pemilihan yang curang tersebut.
Setelah demonstrasi di kota Masan, pemerintah bertindak keras semua demonstrasi yang memprotes pemilihan yang dianggap curang tersebut sehingga di dalam masyarakat pun situasinya terlihat mereda. Namun, pada tgl.11 April, di laut Masan ditemukan sesosok jenazah yang terkena gas air mata di satu matanya. Itulah jenazah Kim Ju-yeol, remaja berusia 17 tahun yang ditemukan 27 hari setelah dinyatakan hilang saat demonstrasi pada tgl.15 Maret di kota Masan. Para siswa yang menyaksikan kematian temannya menolak pergi ke sekolah dan mereka pun berdemonstrasi yang akhirnya diikuti oleh warga masyarakat yang marah. Demonstrasi itu pun menjadi pemicu revolusi 19 April.
Pada tgl.19 April, jalanan di kota Seoul penuh dengan teriakan para demonstran yang dipimpin oleh kalangan mahasiswa sejak pagi hari. Demonstrasi pada hari itu terjadi di berbagai kota di seluruh daerah di Korea Selatan seperti Busan, Daegu, Gwangju, Daejeon, dll. Para profesor juga ikut hadir untuk berdemonstrasi, dan para demonstran menuju ke kantor kepresidenan. Dengan kemarahan seluruh warga masyarakat dan kekacauan sosial yang terjadi, akhirnya Presiden Rhee Syng-man mengeluarkan pernyataan pengunduran diri sendiri pada tgl. 26 April. Pemerintahaan Rhee Syng-man yang berkuasa selama 12 tahun akhirnya runtuh. Revolusi April menorehkan tinta emas di dalam sejarah Korea sebagai revolusi demokrasi dan protes demi tegaknya demokrasi di negara ini.