Menlu Korsel dan Indonesia Bertemu di Seoul, Bahas Lanjutan Proyek KF-21
2024-03-19 14:40:05
Pada zaman dahulu, di sebuah desa tinggal dua pemuda kakak-beradik. Sang adik sangat baik hati, sementara sang kakak memiliki sifat yang serakah.
Sang kakak mengusir sang adik beserta orang tua mereka. Setelah sang ayah meninggal, demi menghidupi sang ibu sang adik bekerja keras siang dan malam.
Saat tengah beristirahat setelah menebang pohon, sang adik menemukan beberapa buah kacang hazel dan memasukkannya ke dalam kantungnya. Saat berdiri, tiba-tiba turun dengan sangat deras.
“Sepertinya di sana ada rumah... Sebaiknya aku berjalan ke arah sana.”
Hari pun semakin gelap. Di luar terdengar suara yang aneh.
“Do...kkaebi, do...kkaebi, kkaebi, kkaebi, dokkaebi, muncullah daging iga! Tuk, tak! Muncullah japchae! Tuk, tak!”
Begitu dokkaebi itu menghantam pentungannya ke tanah, muncul daging iga yang lezat dan japchae yang gurih.
Melihat para dokkaebi itu menyantap makanan dengan begitu nikmatnya, sang adik pun kelaparan. Ia pun mengambil sebuah kacang hazel dari kantungnya dan menggigitnya.
Mendengar suara gigitan tersebut, para dokkaebi pun langsung beranjak menuju kamar seberang. Sang adik pun teringat akan perkataan sang ibu.
“Oh, iya! Dokkaebi kabur kalau mendengar suara ayam berkokok, kan? Kuuukuruyuuuk!!!”
Suara ayam berkokok itu membuat para dokkaebi terkejut dan langsung kabur. Sang adik pun meletakkan pentungan dokkaebi yang tertinggal di pikulnya dan beranjak pulang.
Sang adik menceritakan semua yang telah terjadi padanya kepada sang ibu dan mengikuti gerakan para dokkaebi.“
“Ya ampun... sekarang kita punya rumah seperti istana!”
“Ibu, sekarang kita tidak usah lagi takut kelaparan.”
Setelah mendengar cerita dari sang adik, sang kakak pun langsung pergi menuju hutan di gunung. Ia lalu masuk ke dalam rumah tempat para dokkaebi berkumpul dan bersembunyi di dalam kamar seberang.
Persis seperti cerita sang adik, para dokkaebi itu muncul dan sang kakak meniru suara ayam berkokok.
“Manusia itu datang lagi! Manusia yang mencuri pentungan kita!”
Para dokkaebi memukuli sang kakak dengan pentungan mereka. Mereka tidak berhenti hingga subuh saat ayam mulai berkokok.
Sang kakak pun pergi menuju rumah sang adik sambil menangis.
Apakah yang terjadi selanjutnya?
Tentunya sang kakak menyesal, dan kedua kakak beradik itu hidup dengan rukun dan bergantian merawat ibu mereka.
2024-03-19 14:40:05
2024-03-14 15:36:42
2024-02-02 14:21:28