Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Budaya

Pria Pembalik Halaman Partitur Musik – Lee Chung-hae

2023-01-13

ⓒ Getty Images Bank

Paman itu kembali menata partitur musik itu dengan rapi dan meletakkannya di ujung piano sebelum melangkah ke luar sorotan lampu. Ia berdiri di sana, bagaikan manusia tembus pandang.    

Ia sedikit menundukkan kepalanya, seperti seseorang yang merasa bersalah akan sesuatu. Ia melakukan tugasnya agar tidak menarik perhatian dengan baik. Namun, karena ia bukanlah manusia tembus pandang, bayangan sosoknya masih terlihat di mataku.

Setelan jas hitam dengan kemeja putih, dasi putih dan kacamata dengan bingkai hitam yang terbuat dari tanduk... Keberadaannya terasa sangat janggal hanya karena ia sedang berada di sana, di momen itu. Ia tidak dibutuhkan di sana, kecuali saat ia harus membalikkan halaman. Peran pendukung yang sangat sempurna. Aktor yang tidak pernah tampil ke tengah layar.


- Cuplikan program:



Dari jauh pun aku dapat melihat bahwa keahliannya membalikkan halaman sangat hebat. Kemampuannya membalikkan halaman di waktu yang tepat, kecepatannya, keheningannya, serta gerakan lengannya yang begitu lembut... Semuanya tidak terbandingkan. Gerakan Barbara Bonney dan pianisnya, Helmut Deutsch sangat sinkron, mengikuti alunan melodi seakan-akan mereka sedang melayang bersama alunan itu. Para penonton pun terbius menikmati panduan dua artis itu. Paman itu adalah satu-satunya orang di aula itu yang terlihat tegang, menatap tajam ke arah partitur itu. Karena ia memiliki tugas di waktu yang penting, ia menunggu momen yang tepat itu di ujung kursinya.

Apakah paman itu seorang pianis? Atau seorang yang berangan-angan menjadi pianis sebelum bekerja sebagai pembalik halaman partitur? Berapa orangkah yang diturunkan ke posisi tersebut setelah gagal mewujudkan impian mereka?”


아저씨의 솜씨는 멀리에서 보기에도 일류 급이었다.

순간의 포착과 페이지를 넘기는 기술, 재빠름, 조용함, 

팔 동작이 유려함이 수준을 넘어 있었다.

바바라 보니와 헬무트 도이치는 서로 호흡을 맞춰 가며 물이 흘러가듯 선율을 타고 있었다.

청중들도 그들이 인도하는 대로 감미로운 감상으로 빠져들었다.

그러나 유독 아저씨 한 사람만이 이 홀 안에서

바짝 긴장하여 악보를 노려보고 있었다.

그는 중요한 순간 자기가 해야 할 일을 반드시 해야 하기 때문에,

의자 끝에 걸터앉아 필사적으로 ‘순간’을 노리고 있었다.

그는 피아니스트였을까, 아니면 그것을 꿈꾸었던가.

그러다가 악보 넘기는 사람이 되었나..

얼마나 많은 사람들이 꿈을 이루지 못하고 저렇게 내려앉는 것일까.  



Walau berlatar di dunia seni, cerita pendek ini juga menggambarkan kehidupan masyarakat secara umum. Di dunia yang serba materialistis, manusia sering kali menjalani hidup tanpa memiliki martabat atau pun prinsip dan hanya mengejar pekerjaan yang dapat menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Namun, yang membuat kehidupan manusia kaya bukanlah benda materiil, melainkan pedoman hidup yang dapat melampaui nilai benda materiil tersebut. Cerita pendek ini mengajak pembacanya untuk mengevaluasi ulang, apakah hal terpenting dalam hidup ini yang seharusnya kita hargai?



Paman itu menatap mataku dengan tajam. Bola matanya terlihat sangat jernih. Tatapannya yang sangat tulus itu menerawang tembus ke hatiku. Kepolosannya yang naif itu, yang sama sekali tidak memiliki keserakahan itu menusuk dadaku.

“Paman, kita keluar, yuk, ke taman melihat burung dara.”

Aku berdiri dengan ceroboh. Setelah beberapa saat menatapku dengan penuh kebingungan, ia beranjak mengikuti langkahku.


아저씨가 무르춤히 나를 건너다보았다.

눈동자가 맑았다.

그 천진한 눈이 가슴으로 쑥 들어왔다.

욕심이라곤 없는, 바보 같은 순수함이.

가슴 근처가 저릿했다.


“나가자.  우리 공원에 가서 비둘기 보자” 


나는 분잡스럽게 너스레를 떨며 일어났다.

아저씨도 덩달아 우왕좌왕하더니 나를 따라 나왔다.




Lee Chung-hae (lahir di Gwangju, 30 Juni 1948)

    - Debut; Cerita pendek “Hao” (1991)

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >