Kesenjangan upah antara pekerja pria dan wanita di Korea Selatan merupakan yang paling tinggi di antara negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Indeks Kesetaraan Gender Nasional yang mengukur tingkat kesetaraan gender menunjukkan kesenjangan terbesar antara laki-laki dan perempuan adalah dalam hal otoritas pengambilan keputusan.
Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga Korea Selatan mengatakan kesenjangan upah antar-gender tercatat 31,1 persen pada tahun 2021.
Dibandingkan tahun 2017, kesenjangan tersebut menyempit 3,5 persen, namun tetap merupakan kesenjangan terbesar di antara negara-negara OECD.
Kementerian menyebutkan alasan utama kesenjangan upah antar-gender adalah masa wanita berhenti bekerja.
Tingkat perekrutan wanita berusia 30-an hingga awal 40-an tahun menurun sebagaimana usia tersebut pada umumnya adalah periode wanita menikah, melahirkan, dan mengasuh anak.
Tingkat perekrutan wanita berusia 25-29 tahun mencapai 70,9 persen, dan 65,7 persen di kalangan wanita berusia 30-34 tahun, serta 57,5 persen di kelompok usia 35-39 tahun.
Kesenjangan tingkat perekrutan antar-gender pun terbesar di kelompok usia 35-39 tahun yaitu sebesar 32,6 persen.
Berdasarkan fakta tersebut, kementerian berencana menerapkan sistem pengumuman jenis kelain tenaga kerja agar rasio jenis kelamin pekerja dapat diperiksa dari luar.
Dalam rangka upaya serupa, kementerian menyediakan pelatihan kejuruan bagi wanita yang telah berhenti bekerja agar dapat bekerja di masa depan dan memperpanjang masa cuti mengasuh anak dari satu tahun menjadi satu setengah tahun.
Dalam kesempatan itu pula, kementerian mengumumkan Indeks Kesetaraan Gender Nasional, di mana dilaporkan bahwa indeks tahun 2021 meningkat 0,5 poin dibandingkan tahun 2017 yang mencatatkan 75,4 poin.
Kategori hak asasi manusia dan kesejahteraan wanita mencatatkan skor tertinggi dengan 82,9 poin, kesadaran kesetaraan gender dan budaya 74,9 poin, dan partisipasi sosial 69,7 poin.
Namun demikian, dalam pengambilan keputusan dalam partisipasi sosial mencatatkan yang terendah, yaitu 38,3 poin.
Rasio pejabat tinggi pemerintah dan anggota partai wanita meningkat siginifkan dibandingkan tahun 2020, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara OECD.