Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Majelis Nasional Korsel Usulkan RUU 'Kematian Bermartabat dengan Bantuan'

Write: 2022-06-16 14:59:48

Thumbnail : YONHAP News

Rancangan Undang-Undang (RUU) 'hak untuk kematian bermartabat dengan bantuan' diusulkan untuk pertama kalinya di Korea Selatan, di mana seseorang dapat mengakhiri hidupnya dengan bantuan staf medis.

Dengan penerapan Undang-Undang Penentuan Medis untuk Mempertahankan Hidup pada tahun 2018, seorang pasien di akhir hayatnya dapat menghentikan perawatan medis penunjang hidup yang tidak sesuai dengan kehendaknya.

Di tengah meningkatnya permintaan sosial untuk kematian bermartabat, Majelis Nasional Korea Selatan mengusulkan RUU 'Bantuan Kematian Bermartabat', merujuk pada aksi yang lebih aktif daripada sekedar penghentian perawatan medis penopang hidup.

RUU itu menjabarkan 'bantuan kematian bermartabat' sebagai kondisi di mana seorang pasien kanker yang menderita dan tidak memiliki harapan untuk sembuh memutuskan untuk mengakhiri hidupnya berdasarkan keinginannya sendiri dengan bantuan dokter.

RUU itu juga memuat mengenai 'Asisten Peninjau Martabat' yang diketuai oleh Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan dan ditinjau oleh 'Asisten Komite Peninjau Martabat', yang terdiri dari para ahli medis dan pakar etika.

Anggota parlemen Ahn Gyu-back menerangkan bahwa 'kematian bermartabat' menyita perhatian besar masyarakat, di mana sekitar 80 persen orang dewasa  menyetujui hal tersebut. Oleh sebab itu, pihaknya mengusulkan RUU mengenai hak untuk menentukan nasib sendiri.

Kematian bermartabaat saat ini diizinkan di Belanda, Belgia, Swiss, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan Kanada. 

Namun, hal ini dilarang di Inggris dan masih menjadi undang-undang yang kontroversial di seluruh dunia.

Penentangan juga datang dari umat Katolik dan kelompok agama lain. Paus Fransiskus pada bulan Februari lalu membuat pernyataan bahwa kita harus menemani mereka yang akan meninggal, tetapi tidak boleh melakukan apapun yang menyebabkan kematian atau membantu orang lain untuk membunuh dirinya sendiri.

Daripada berfokus pada pro dan kontra, para ahli menekankan bahwa 'kematian bermartabat' sebaiknya diputuskan melalui diskusi kebijakan dan kelembagaan.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >