"Tidak ada kesalahan dalam informasi misi, jarak dari rumah, dan ketinggian. Siap terbang", setelah instruksi tersebut, sebuah drone yang dipasangi kamera kecil diterbangkan.

Drone tersebut adalah drone pemantau dan pendeteksi kebakaran hutan yang dikembangkan oleh perusahaan operator telekomunikasi dan sebuah perusahaan rintisan di Korea Selatan. 

Drone, yang terbang di jalur penerbangan yang telah ditentukan sebelumnya, berhenti setiap 2.000 meter persegi untuk mendeteksi api dan asap, dengan waktu deteksi yang hanya membutuhkan waktu 2 detik.

Kecerdasan buatan pada drone tersebut mengidentifikasi warna dan bentuk api dan asap melalui kamera pendeteksi, dan jika diduga terjadi kebakaran, kamera itu dapat berfungsi menjadi kamera pencitraan termal untuk sekali lagi mengukur suhu secara tepat dan mengirimkan laporan ke pusat kontol kebakaran. 

Selama setahun terakhir, drone itu telah dilatih dengan 560.000 data kasus untuk mengidentifikasi bentuk api dan asap hingga dari ketinggian 150 meter.

Seorang peneliti senior di Lembaga Penelitian Pencegahan Bencana, Sohn Geun-shik, menuturkan, "Jika drone mendeteksi adanya api atau asap, maka operator dapat dengan cepat melaporkan atau menanggapi kebakaran yang terjadi".

Diharapkan drone pendeteksi itu juga dapat mencegah terjadinya kebakaran besar seperti yang baru-baru ini terjadi di sebuah pusat logistik perusahaan Coupang. 

Seorang karyawan di LG U+ menerangkan, "Kali ini, donre mempelajari data, terutama untuk mendeteksi kebakaran, tetapi selain itu, jika (kecerdasan buatan) belajar sesuai dengan skenario layanan, seperti keselamatan publik atau tempat konstruksi, penggunaan drone itu dapat diperluas untuk berbagai tujuan".

Drone Kecerdasan Buatan, yang berhasil menunjukkan tingkat pendeteksian lebih dari 96% dalam semua jenis kebakaran, telah menyelesaikan proses verifikasi fungsi dari Lembaga Penelitian dan Pengujian Pencegahan Bencana, sebuah lembaga pengujian berakreditasi internasional. Ini merupakan yang pertama kalinya di Korea Selatan.