ⓒ Getty Images Bank

Di Korea Utara, merokok dianggap seperti salah satu kebutuhan sehari-hari, bukan hanya preferensi pribadi. Namun demikian, di awal tahun 2000-an, upaya untuk berhenti merokok juga bermunculan di negara komunis ini. Pada tahun 2005, Komite Tetap Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara mengadopsi “Undang-Undang Pengendalian Tembakau” yang mana melarang masyarakat untuk merokok di tempat umum, seperti rumah sakit, klinik, kereta api, dan bus. Negara ini juga membuat program untuk membantu orang-orang yang ingin dan berupaya untuk berhenti merokok. 

Tapi, diikatakan bahwa tembakau memiliki arti khusus di Korea Utara. Di negara komunis ini, tembakau dianggap sebagai uang yang bisa menyelesaikan segala hal. Warganya bisa mendapatkan surat izin perjalanan, jika mereka memberikan tembakau kepada pejabat yang bertanggung jawab. Bahkan jika mereka ketahuan melakukan sesuatu yang ilegal, seharusnya tidak menjadi masalah selama mereka memberikan rokok kepada polisi. Rokok juga digunakan saat mereka ingin masuk ke perusahaan atau perguruan tinggi yang bagus, mendapatkan nilai bagus atau bahkan menghindari dinas militer.  Setelah krisis ekonomi yang parah pada pertengahan tahun 1990-an, rokok juga mulai berfungsi sebagai uang karena dapat ditukar dengan uang di pasar. 

Sejak Undang-Undang Pengendalian Tembakau diterapkan pada 2005, Korea Utara terus memperkuat peraturan larangan merokok. Revisi undang-undang pada 2019 membatasi impor tembakau buatan luar negeri dan melarang orang menggunakan rokok elektrik dan juga tembakau tanpa asap. Namun, upaya untuk berhenti merokok tidak seefektif yang diharapkan. Sehingga, pada November 2020, Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara mengadopsi “UU tentang larangan merokok” untuk lebih memperketat kontrol produksi dan penjualan rokok, serta kebiasaan merokok. Namun kampanye berhenti merokok mungkin akan berakhir dengan kegagalan, kecuali korupsi dapat diberantas di Korea Utara, di mana rokok, pada dasarnya, digunakan sebagai suap.