Kebijakan energi yang ada di bawah pemerintahan sebelumnya untuk meningkatkan pembangkit listrik tenaga nuklir dan memperluas pasokan tenaga nuklir akan mendapatkan revisi.
Sebuah kelompok konsultasi swasta-publik yang menyusun rancangan kebijakan energi dasar nasional mengatakan menyiapkan draf kedua rancangan tersebut dan merekomendasikannya kepada pemerintah.
Kelompok kerja ini pertama-tama menganjurkan pemerintah menurunkan rasio daya yang dihasilkan oleh energi nuklir dari target 41 persen pada 2035 di draf pertama, ke berkisar antara 22 dan 29 persen.
Kepala kelompok ini Kim Chang-seob mengatakan rencana rancangan baru telah memberikan panduan arah kebijakan tenaga nuklir nasional, dan rencana aksi yang lebih rinci akan dimasukkan dalam rencana dasar mendatang pada pasokan dan kebutuhan daya listrik. Dia mengatakan rencana tersebut akan mempertimbangkan apakah harus menutup pembangkit nuklir usang atau membatalkan rencana pembangunan pembangkit baru.
Kelompok konsultasi juga telah merekomendasikan menaikkan biaya listrik untuk mengurangi ketergantungan nasional pada listrik dan menurunkan biaya sumber energi lain seperti minyak dan gas alam cair.
Kelompok ini juga mendesak meminimalkan jarak antara pembangkit listrik dan daerah berkebutuhan listrik karena meyakini metode transmisi listrik jarak jauh tidak lagi menjadi pilihan yang layak.
Pemerintah akan mengadakan dengar pendapat publik dua kali sampai bulan November untuk mengumpulkan pendapat publik dan pakar sebelum menyelesaikan rancangan pada bulan Desember berdasarkan rekomendasi kelompok kerja itu.
Kelompok anti-nuklir seperti Aksi Keadilan Energi yang kritis terhadap draf rancangan ini mengatakan rasio energi nuklir 22-29 persen masih berarti terdapat pembangkit nuklir yang akan dibangun.