Presiden AS Donald Trump pada hari Jumat (22/6/2018) memperpanjang sanksi atas Korea Utara selama satu tahun, menyebutkan ancaman "tidak biasa dan luar biasa" yang ditimbulkan program senjata nuklirnya.
Perpanjangan tersebut dilakukan 10 hari setelah KTT bersejarah Trump dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Singapura, di mana Korea Utara berkomitmen atas "denuklirisasi menyeluruh" di Semenanjung Korea dengan jaminan keamanan AS sebagai balasannya.
Trump menulis dalam pernyataan rutin ke Kongres AS bahwa keberadaan dan resiko proliferasi material fisi yang dapat digunakan sebagai senjata di Semenanjung Korea, serta tindakan dan kebijakan pemerintah Korea Utara terus menimbulkan ancaman "tidak biasa dan luar biasa" bagi keamanan nasional, kebijakan luar negeri dan ekonomi AS.
Untuk alasan ini, Trump mengatakan, enam perintah eksekutif yang dikeluarkan di masa pemerintahannya dan sebelumnya terkait sanksi Korea Utara untuk program nuklir dan misil balistiknya harus terus berlanjut setelah 26 Juni.
Oleh karena itu, berdasarkan pasal 202(d) UU Keadaan Darurat Nasional (50 U.S.C. 1622(d)), Trump memutuskan melanjutkan selama 1 tahun keadaan darurat nasional terkait Korea Utara seperti tercantum di Perintah Eksekutif 13466.
Tindakan ini dinilai menggarisbawahi kebijakan pemerintahan Trump untuk meneruskan sanksi atas Korea Utara hingga ada langkah nyata menuju denuklirisasi. Namun hal ini juga menimbulkan kontradiksi dengan pernyataan Trump sebelumnya bahwa ancaman nuklir telah berakhir.
Sebelumnya, sepulang dari Singapura, Trump menyatakan melalui akun twitternya bahwa "kini semua orang bisa merasa jauh lebih aman" dan "tidak ada lagi Ancaman Nuklir dari Korea Utara."