Wakil Perdana Menteri urusan Ekonomi Hong Nam-ki menyatakan pemerintah akan memperpanjang jangka waktu percobaan sitem 52 jam kerja seminggu sampai periode pemberlakuan sistem kerja fleksibel diperbaiki melalui proses legislasi.
Dalam sidang Menteri urusan Ekonomi hari Rabu (26/12/18)), Hong mengatakan pihaknya akan menyelesaikan proses legislasi perpanjangan periode pemberlakuan sistem kerja fleksibel sampai akhir bulan Februari tahun depan melalui pembahasan Dewan Ekonomi, Sosial dan Tenaga Kerja.
Terkait revisi peraturan pelaksanaan upah minimum, Hong menyatakan revisi kali ini tidak bertujuan untuk menaikkan upah minimum dan memberikan beban tambahan kepada pihak perusahaan.
Apabila waktu istirahat yang dibayar dicabut dalam waktu standar penetapan upah minimum, seperti klaim pihak perusahaan, upah minimun justru akan diturunkan 15 sampai 20 persen.
Hong menyebut langkah tersebut sebagai tindakan yang tidak rasional dan tidak akan diterima secara nyata.
Pemerintah akan memanfaatkan sarana kebijakan untuk meredakan keprihatinan kenaikan upah minimum pada tahun depan.
Kemudian kementerian akan menetapkan upah minimum tahun 2020 berdasarkan langkah pemerintah yang disediakan dalam bulan Januari.
Hong menambahkan, pemerintah akan memberikan dukungan biaya kestabilan tempat kerja dan biaya asuransi sosial kepada tenaga kerja yang menerima upah minimum.
Selain itu, dana dorongan pekerjaan bagi kalangan berpendapatan rendah juga meningkat drastis pada tahun depan, mencapai 4,9 triliun won.
Syarat subyek penerimaan dana tersebut juga akan meluas pada tahun depan, yakni mencapai 3,34 juta unit rumah tangga dari sebelumnya 1,66 juta unit.