Isi buku biru Jepang 2019 diperkirakan akan menimbulkan kontroversi antara Korea Selatan dan Jepang.
Dalam buku biru Jepang 2019 yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang, terdapat isi bahwa istilah 'budak seksual' tidak boleh digunakan karena berbeda dengan fakta, dan hal tersebut telah ditegaskan oleh pemerintah Korea Selatan dalam kesepakatan bulan Desember 2015 yang diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Yun Byung-se dan Menteri Luar Negeri Jepang, Fumio Kishida.
Penjelasan tersebut diperkirakan akan menimbulkan kontroversi karena seakan klaim Jepang yang menyatakan bahwa wanita perbudakan syahwat bukanlah budak seksual, juga diterima oleh pemerintah Korea Selatan.
Seorang pengacara asal Jepang Totsuka, Etsurō, yang mengklaim untuk pertama kalinya di PBB pada tahun 1992 bahwa wanita perbudakan syahwat untuk tentara Jepang adalah budak seksual, juga mengkritik bahwa penjelasan di buku biru Jepang itu salah karena maknanya dapat disalahpahami.
Sementara itu, laporan PBB tahun 1996 lalu yang dijuluki sebagai 'Laporan Coomaraswamy' mengakui wanita perbudakan syahwat untuk tentara Jepang sebagai budak seksual, dan pemerintah Jepang harus memberikan kompensasi dan permintaan maaf kepada para korban.