Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat secara singkat menyebutkan bahwa pihaknya telah menyadari peluncuran proyektil Korea Utara namun tidak menyebut informasi lain terkait proyektil itu.

Kemudian kementerian itu menambahkan pihaknya sedang mendiskusikannya dengan negara-negara sekutunya. 

Reaksi Amerika Serikat kali ini terasa lebih berhati-hati dibandingkan sebutan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, yang mengatakan bahwa peluncuran rudal balistik Korea Utara merupakan tantangan serius bagi masyarakat internasional.

Ditafsirkan bahwa Amerika Serikat mengeluarkan sikap seperti itu untuk mempertahankan momentum dialog dengan Korea Utara tanpa merangsang negara komunis yang terus melakukan aksi bersenjata itu, sesuai dengan batas waktu untuk berdialog dengan Washington hingga akhir tahun ini.

Sejumlah media luar negeri memerhatikan waktu peluncuran proyektil Korea Utara, pada subuh hari Thanksgiving Amerika Serikat dan tepat dua tahun setelah peluncuran rudal jarak jauh antar-benua (ICBM) tipe Hwasong-15.

Washington Post menyebutkan bahwa peluncuran itu merupakan pesan untuk Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada hari Thanksgiving. 

Seorang profesor MIT, Vipin Narang menilai bahwa Korea Utara dengan pesat meningkatkan kemampuan rudal dan nuklirnya setelah melakukan uji coba peluncuran Hwasong-15 dua tahun lalu. Ditambahkannya, KTT Korea Utara dan Amerika Serikat di Hanoi dapat menunda pengembangan nuklir Korea Utara, namun tampaknya sudah melewati kesempatan tersebut.

Dengan meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea, Pyongyang menekan Washington untuk mengubah pendekatannya, namun di dalam negeri Amerika Serikat, tampaknya banyak yang masih ragu untuk mengubah strategi perundingan terkait denuklirisasi Korea Utara.