Kementerian Perekrutan dan Ketenagakerjaan Korea Selatan memperluas pengecualian sistem 52 jam kerja seminggu mulai hari Jumat (31/01/20).
Undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku memperbolehkan lembur pada saat terjadi bencana alam.
Akan tetapi, revisi peraturan pelaksanaan undang-undang ketenagakerjaan yang diberlakukan mulai hari Jumat ini memperbolehkan lebih banyak lembur.
Menurutnya, lembur dapat dilakukan ketika pihak perusahaan kerugian besar jika tidak dapat mengurus jumlah beban pekerjaan yang meningkat dengan tidak biasa.
Lembur dimungkinkan jika Menteri Perekrutan dan Ketenagakerjaan Korea Selatan menganggap diperlukan tindakan darurat untuk menyelamatkan jiwa dan pengembangan serta penelitian untuk memperkuat daya saing negara.
Dalam hal itu, pihak pengusaha harus mendapat persetujuan dari masing-masing pekerja kemudian mendapat izin dari Menteri Perekrutan dan Ketenagakerjaan Korea Selatan.
Meskipun demikian, kementerian secara prinsip hanya dapat memberikan izin kerja lembur yang tidak melebihi 12 jam dalam seminggu. Jika harus melewatkan 12 jam, maka masa lembur tersebut tidak dapat melewatkan 2 minggu.
Namun, ada pihak yang menunjukkan tidak ada standar obyektif tentang apa yang dimaksud dengan "kerugian penting" dan "peningkatan kerja" sehingga menimbulkan kekacauan di lapangan.
Sementara itu, kalangan pekerja menentangnya dengan mengatakan bahwa revisi tersebut sebenarnya sama saja dengan menyerahkan pemendekan jam kerja.