Para dokter yang bekerja di rumah sakit besar maupun mereka yang memiliki klinik pribadi di seluruh Korea Selatan menjalankan aksi mogok kerja massal yang kedua selama tiga hari mulai hari Rabu (26/08/20) ini.
Pada saat mogok kerja pertama pada tanggal 14 Agustus lalu, mereka hanya melakukan aksi tersebut selama sehari, tapi aksi mogok kerja kali ini akan berlangsung selama tiga hari. Dokter spesialis dan sub-spesialis juga dilaporkan ikut melakukan aksi tersebut.
Pemerintah Korea Selatan dan Ikatan Dokter Korea (Korean Medical Association, KMA) telah berunding hingga Rabu subuh, tetapi gagal mencapai kesepakatan.
Akhirnya, pada pukul 08.00 waktu Korea, pemerintah memerintahkan para dokter yang akan berpartisipasi dalam aksi mogok kerja massal untuk kembali melakukan tugasnya dan akan memeriksa apakah mereka kembali bekerja, terutama mereka yang bertugas di unit gawat darurat (UGD) dan unit perawatan intensif.
Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan, Park Neung-hoo mengatakan dokter yang tidak menuruti perintah tersebut dapat divonis hukuman penjara di bawah tiga tahun atau denda di bawah 30 juta won, selain pencabutan surat izin praktek dokter di bawah setahun.
Rumah sakit universitas telah mengalami gangguan dalam jadwal pengobatan pasiennya. Sebanyak 90 persen dari dokter sub-spesialis Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul ikut aksi mogok kerja dan telah mengurangi 50 persen dari jadwal operasinya selama tiga hari ini. Rumah sakit ini biasanya melakukan 120 operasi per hari.
Sementara itu, KMA tidak melakukan pertemuan dan aksi unjuk rasa massal dengan mempertimbangkan penyebaran COVID-19, tetapi aksi mogok kerja mereka akan disiarkan secara daring.