Makalah Profesor Hukum Universitas Harvard yang mengklaim bahwa wanita korban perbudakan syahwat sebagai "wanita penghibur sukarela" terus menuai kecaman dari berbagai pihak.
Sebagaimana begitu makalah dipublikasikan, Perhimpunan Mahasiswa Korea Selatan di Universitas Harvard pun segera merilis pernyataan bantahannya, disusul oleh para politisi dan akademisi AS lainnya.
Anggota Kongres AS kelahiran Korea, Young Kim menyampaikan bahwa pendapat Profeser Ramseyer tidak tepat dan membelokkan kenyataan. Kim juga berpendapat bahwa klaim Ramseyer menyakiti perasaan korban di saat jati diri mereka tidak boleh dirusak lagi. Pendapat Young Kim ini ia cuit via akun Twitter-nya pada Kamis (11/02/21).
Para akademisi ilmu sejarah pun kemudian menyangsikan klaim Profesor Ramseyer itu dan berlanjut pada pemeriksaan jurnal ilmiah "International Review of Law and Economics" yang memuat makalah itu.
Sebelumnya lagi, seorang profesor di Universitas Connecticut juga mengkritik Ramseyer dalam sebuah wawancara dengan Yonhap News pada Senin (08/02/21) bahwa kata "wanita penghibur sukarela" tidak dapat menjadi terjemahan Bahasa Inggris yang tepat untuk istilah wanita korban perbudakan syahwat.
Sebelumnya, seorang profesor di Universitas Connecticut juga mengkritik dalam wawancara dengan Yonhap News hari Senin (08/02/21), bahwa kata "wanita penghibur secara sukarela" tidak dapat menjadi terjemahan bahasa Inggris yang benar untuk istilah wanita perbudakan syahwat.
Profesor Carter Eckert yang mengajarkan sejarah Korea di Universitas Harvard juga menyatakan bahwa isi makalah Ramseyer sangat tidak memadai secara empiris, historis, dan moral.
Isu ini kemudian berkembang menjadi pokok perhatian masyarakat AS, mengingat pemerintahan Joe Biden yang telah menyebut hak asasi manusia sebagai salah satu fokus utamanya.