Lee Yong-soo, seorang korban perbudakan syahwat masa Perang Jepang, pada hari Kamis (22/04) mengatakan dirinya berharap Mahkamah Internasional (ICJ) akan menemukan dan menilai bahwa rumah-rumah bordil militer masa Perang Jepang melanggar hukum internasional.
Lee, aktivis berusia 92 tahun itu membuat pernyataan tersebut dalam sebuah pesan video dalam sebuah web-seminar yang diselenggarakan oleh asosiasi pelajar di Sekolah Hukum Harvard.
Lee mengatakan dia berharap ICJ akan menemukan dan memutuskan bahwa perbudakan syahwat masa Perang Jepang adalah pelanggaran hukum-hukum internasional dan oleh karenanya Jepang memiliki kewajiban untuk mengakui kejahatan-kejahatan perangnya dan menyampaikan permintaan maaf resmi.
Pernyataan itu dibuat setelah sebelumnya sebuah pengadilan Korea Selatan menolak gugatan ganti rugi yang dilayangkan oleh 20 orang korban perbudakan syahwat, termasuk Lee, terhadap pemerintah Jepang.
Tepat setelah putusan pengadilan pada hari Rabu (21/04) tersebut, Lee mengatakan para penggugat akan membawa kasus tersebut ke ICJ dan menyebut putusan pengadilan Korea Selatan tersebut konyol dan tidak dapat diterima.