Otoritas Keuangan Korea Selatan menyampaikan keprihatinannya atas upaya partai berkuasa Korea Selatan, Partai Demokrat Korea, untuk membuat UU yang berisi bank yang wajib memangkas pinjaman ketika pendapatan wiraswasta dan karyawan menurun akibat bencana.
Seorang anggota parlemen Korea Selatan, Min Hyung-bae, mengajukan rancangan revisi undang-undang Bank tersebut kepada Majelis Nasional Korea Selatan pada bulan Februari lalu.
Berdasarkan resvisi UU tersebut, pengusaha yang diperintahkan untuk menerapkan pembatasan atau penutupan operasinya akibat bencana sehingga pendapatannya menurun secara signifikan, dapat meminta pihak bank untuk memangkas nilai pokok pinjaman, memperpanjang jangka waktu pembayaran atau menangguhkan pembayaran bunga.
Dalam revisi UU itu, bank yang melanggar aturan tersebut akan dijatuhi denda kurang dari 20 juta won.
Bencana dalam revisi UU tersebut merujuk pada bencana alam seperti topan, banjir dan debu kuning, serta bencana sosial, termasuk kebakaran, roboh, ledakan dan kecelakaan lalu lintas.
Di sisi lain, Komite Keuangan Korea Selatan menyatakan pihaknya sependapat mengenai kebutuhan bantuan bagi pengusaha kecil yang menderita akibat pandemi COVID-19.
Namun ditambahkannya, penetapan langkah dukungan akibat perubahan lingkungan eksternal seperti bencana tidak sesuai dengan tujuan undang-undang.
Komite itu mengindikasikan bahwa kewajiban bank untuk memangkas pokok pinjaman akan menimbulkan kekhawatiran atas pelanggaran hak milik atas properti dan mengganggu kesehatan bank, bahkan dapat menyebabkan pemindahan beban biaya tersebut ke pengguna jasa keuangan lain.