Media resmi China melaporkan Korea Selatan dan China menyebut masalah wanita perbudakan syahwat di masa Perang Dunia II dalam sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) ke-47 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin (28/09) waktu setempat.
Perwakilan Korea Selatan menyatakan bahwa pihaknya terus mendukung pemulihan martabat korban wanita perbudakan syahwat Korea Selatan agar pengalaman yang tragis itu dapat dijadikan pembelajaran penting bagi semua orang.
Ditambahkan pula, apabila pihak yang bersalah dapat membebaskan diri dari sanksi hukum, maka hal itu akan menyebabkan penambahan kesengsaraan bagi para korban, dan pemecahan masalah harus dilaksanakan dengan berorientasi pada korban atau korban yang masih hidup.
Perwakilan Korea Selatan itu juga mengatakan bahwa masalah wanita perbudakan syahwat merupakan masalah HAM yang universial, bukan hanya masalah bilateral antara dua negara.
Dia menekankan bahwa Jepang harus menyadari pelanggaran HAM tersebut secara serius melanggar hukum internasional, serta Jepang harus meminta maaf dengan tulus agar tragedi serupa tidak terulang kembali.
Sementara itu, perwakilan China memberikan kritik yang lebih tajam kepada Jepang.
Perwakilan China itu menyatakan terdapat bukti nyata mengenai masalah wanita perbudakan syahwat yang menjadi korban di masing-masing negara, termasuk Nanqing, China, dalam Perang Dunia II.
Namun, Jepang membantah tindakan kriminal itu dan malah mengagungkan fakta sejarah invasi yang dilakukannya.