Korea Utara mengancam akan melakukan unjuk kekuatan militer sebagai aksi penentangan terhadap pelaksanaan latihan militer gabungan Korea Selatan dan Amerika Serikat yang telah berlangsung selama beberapa hari terakhir.
Hal ini meningkatkan kekhawatiran AS yang selama ini berfokus pada pemulihan dialog utnuk denuklirisasi bersama Korea Utara.
Pemerintahan Biden, yang diluncurkan pada Januari lalu, telah mengumumkan rampungnya peninjauan kebijakan baru terhadap Korea Utara pada akhir bulan April dan telah beberapa kali mencoba melakukan kontak dengan Korea Utara, namun belum mendapat respons.
Berbeda dengan pernyataan dari Kepala Badan Intelijen Nasional Korea Utara Kim Yong-chol yang hanya melontarkan kritik terhadap Korea Selatan, pernyataan yang dibuat Kim Yo-jong menargetkan AS dan Korea Selatan.
Adik perempuan Kim Jong-un itu mengkritik bahwa 'keterlibatan diplomatik' dan 'dialog tanpa syarat' yang dikemukakan pemerintahan Biden adalah sebuah kemunafikan yang menyembunyikan niat AS untuk invasi.
Kim mendesak AS untuk menarik kembali aset militer dan persenjataan perang dari Korea Selatan.
Kondisi serupa tidak berjalan sesuai dengan rencana pemerintahan Biden yang ingin melakukan dialog dengan Pyongyang tanpa melihat masa lalu.
Saat ini, AS berhati-hati untuk tidak meninggalkan ruang diplomatik dan memprovokasi Korea Utara.
Kementerian Luar Negeri AS merespons pernyataan Kim Yong-chol dengan mengatakan bahwa latihan militer gabungan Korea Selatan dan AS dilaksanakan untuk pertahanan, dan bukan niat bermusuhan dengan Korea Utara.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan AS menyatakan pihaknya berkonsentrasi pada kesiagaan pertahanan gabungan dan keamanan Korea Selatan berlandaskan pada aliansi dengan Korea Selatan, dan AS mendukung pembicaraan antar-Korea, serta melakukan kerja sama dengan mitranya untuk hal itu.