Kepala Staf Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat (AS) James Jarrard menyatakan pihaknya akan meningkatkan kemampuan pertahanan rudal untuk menanggapi peluncuran rudal balistik antar-benua (ICBM) Korea Utara.
Menurut Radio Free Asia (RFA) pada hari Rabu (30/03), Jarrard membuat pernyataan tersebut dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh organisasi swasta AS 'Missile Defense Advocacy Alliance' pada hari Selasa (29/03) waktu setempat.
Terkait klaim Korea Utara yang mengatakan pihaknya telah meluncurkan ICBM Hwasong-17 pada 25 Maret lalu, Jarrard mengatakan bahwa Korea Utara telah menunjukkan komitemen untuk melanjutkan pengembangan rudal, terlepas dari apakah rudal yang diluncurkan merupakan ICBM jenis baru Hwaseong-17 atau ICBM Hwasong-15 yang telah dimodifikasi.
Korea Utara mengklaim bahwa ICBM yang diluncurkan pada 24 Maret adalah ICBM jenis baru Hwasong-17. Namun otoritas militer Korea Selatan dan AS membuat kesimpulan sementara bahwa rudal tersebut adalah Hwasong-15 yang telah dimiliki Korea Utara.
Menanggapi pengembangan ICBM Korea Utara, Komando Indo-Pasifik akan berfokus pada penyediaan pencegah terintegrasi dengan memperkuat kemampuan pertahanan rudal udara yang terintegrasi.
Pertahanan rudal yang terintegrasi merujuk pada sistem pencegahan yang mengerahkan semua aset dari darat, laut, udara, dan ruang angkasa untuk mendeteksi dan melacak serangan ICBM dan mencegatnya dari jarak jauh.
Lebih lanjut, Jarrard mengutarakan diperlukannya pengembangan rudal dan perangkat hipersonik untuk pendeteksian dini peluncuran rudal, dan sistem yang menghubungkan perangkat deteksi para sekutu-sekutu utama untuk memperkuat kemampuan pertahanan rudal udara terintegrasi tersebut.
Sehubungan dengan hal itu, Kementerian Pertahanan AS pada 5 Maret lalu telah menyetujui rencana pelaksanaan Komando dan Kontrol Seluruh Domain Gabungan (JADC2) untuk menghadapi ancaman Korea Utara.
Pasukan militer Korea Selatan akan bergabung dalam JACD2, sehingga pembagian informasi antara Korea Selatan dan AS akan semakin diperkuat.