Industri Korea Selatan tengah menaruh perhatian pada keputusan pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor minyak goreng untuk konsumsi mulai 28 April, yang dikhawatirkan dapat mengganggu rantai pasokan dan mendorong lonjakan harga bahan baku di dalam negeri Korea Selatan.

Pada 22 april, Presiden Indonesia Joko Widodo mengumumkan larangan eskpor minyak untuk konsumsi dan bahan baku minyak untuk memasak mulai tanggal 28 April. 

Sehubungan dengan keputusan pemerintah Indonesia tersebut, sejumlah pejabat dari perusahaan-perusahaan makanan besar Korea Selatan, termasuk Orion, pada Minggu (24/04) mengatakan kecil kemungkinan terjadinya gangguan pasokan dalam waktu dekat, mengingat sebagaian besar perusahaan produk makanan memiliki cadangan minyak goreng selama tiga hingga 4 bulan. 

Meski demikian, dikhawatirkan jika situasi tersebut terus berlanjut dalam jangka panjang, maka hal ini dapat berdampak pada biaya bahan baku. 

Segera setelah Indonesia mengumumkan larangan ekspor minyak goreng, bursa saham Chicago, Amerika Serikat, menanggapi sensitif dengan mencatatkan kenaikan harga perdagangan minyak kedelai sebesar 4,5 persen. 

Seorang pejabat dari perusahaan Nongshim di Korea Selatan mengatakan bahwa tidak terdapat kekhawatiran dalam jangka pendek, namun sebagaimana minyak sawit merupakan bahan baku utama untuk makanan olahan, termasuk ramen, maka pihak perusahaan memantau dengan cermat apakah situasi ini akan berlanjut atau tidak.

Seorang pejabat perusahaan Lotte Food memperkirakan larangan ekspor minyak goreng di Indonesia dapat memicu kenaikan harga dalam jangka panjang. 

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa saat ini hasil panen minyak kedelai di Amerika Selatan sedang tidak baik dan invasi Rusia ke Ukraina berkepanjangan, sehingga terdapat kesulitan pasokan minyak goreng.

Industri kosmetik Korea Selatan pun memantau perkembangan situasi saat ini dan sedang mengkaji langkah tanggapan. Minyak sawit juga digunakan sebagai bahan kosmetik, seperti sabun dan lotion.