Pemerintah Korea Selatan akan meningkatkan pemantauan terhadap rantai pasokan industri makanan dalam negeri, setelah pemerintah Indonesia baru-baru ini menetapkan larangan ekspor minyak goreng untuk konsumsi.
Kementerian Perindustrian, Perdagangan dan Sumber Energi Korea Selatan pada hari Senin (02/05) mengadakan sebuah rapat darurat untuk meninjau dampak invasi Rusia ke Ukraina, penerapan lockdown di China, dan larangan ekspor minyak goreng untuk konsumsi oleh pemerintah Indonesia terhadap pasokan dalam negeri.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah pejabat senior dari Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Rusia, China, Myanmar dan Uzbekistan, serta kepala Badan Promosi Investasi Perdagangan Korea (KOTRA).
Pemerintah menilai bahwa jika keputusan pemerintah Indonesia tersebut berlanjut dalam jangka panjang, maka hal tersebut dapat berdampak pada industri makanan Korea Selatan.
Korea Selatan mengimpor minyak sawit dari Indonesia sebanyak 340 ribu ton per tahun, dan diantaranya sekitar 200 ribu ton minyak sawit digunakan untuk minyak goreng yang dikonsumsi di dalam negeri.
Pemerintah mengatakan bahwa gangguan pasokan dalam waktu dekat terbatas karena sebagaian besar perusahaan produk makanan memiliki cadangan minyak goreng untuk dua hingga 4 bulan.
Namun, jika kondisi serupa terus berlanjut, maka ketidakpastian mengenai pasokan minyak mungkin terjadi akibat naiknya harga minyak goreng global.
Adapun konflik bersenjata di Ukraina yang berkelanjutan dinilai mungkin akan berdampak pada impor dan ekspor Korea Selatan yang akan semakin memburuk dibandingkan kondisi saat ini.
Sejak krisis Ukraina, jumlah ekspor mobil buatan Korea Selatan ke Rusia pada periode 1 - 25 April anjlok 97,3 persen, sementara volume ekspor suku cadang otomotif turun 87,4 persen dan besi baja turun 89,2 persen.
Selain itu, para peserta rapat juga menghimbau perlunya memeriksa dampak merebaknya kembali penularan COVID-19 di China terhadap impor dan ekspor Korea Selatan.