Mahkamah Konstitusi Korea Selatan mengadakan sidang pada hari Kamis (14/07) untuk memutuskan apakah hukuman mati melanggar konstitusi atau tidak.
Sidang itu meninjau petisi yang diajukan oleh seseorang yang dihukum karena membunuh orang tuanya pada tahun 2018. Terpidana mengajukan petisi bersama dengan komite keadilan dan perdamaian Konferensi Waligereja Korea pada Februari 2019, setelah jaksa menuntut hukuman mati. Dia saat ini sedang menjalani hukuman penjara seumur hidup menyusul putusan Mahkamah Agung.
Tim hukum pemohon mengatakan bahwa nyawa adalah nilai mutlak yang tidak dapat direnggut oleh pertimbangan hukum, dan berpendapat tidak ada bukti jelas yang menunjukkan hukuman mati lebih efektif dalam mencegah kejahatan daripada hukuman lainnya.
Di pihak lain, Kementerian Kehakiman memperingatkan agar tidak meremehkan kepentingan publik saat menjatuhkan hukuman serupa kepada orang yang telah melakukan kejahatan serius dan keji. Kementerian mengatakan bahwa realisasi akhir dari kepentingan publik melalui pencegahan kejahatan adalah perlindungan nyawa yang tidak bersalah.
Korea Selatan telah lama dikategorikan sebagai "negara dalam praktik abolisionis", sebagaimana pihaknya selama 25 tahun tidak melakukan eksekusi sejak akhir tahun 1997, tetapi hukuman mati masih merupakan pilihan hukum di bawah hukum nasional.
Rancangan undang-undang khusus untuk menghapus hukuman mati diperkenalkan di parlemen sebanyak sembilan kali sejak Majelis Nasional periode ke-15 hingga ke-21, tetapi tidak ada satu pun lolos di Komisi Legislasi dan Kehakiman.