Pemerintah Korea Selatan menyuarakan keprihatinan akan perlambatan ekonomi yang berlanjut selama dua bulan berturut-turut karena tingginya inflasi dan pembatasan ekspor akibat memburuknya kondisi ekonomi eksternal.
Melihat laporan tentang tren ekonomi terbaru bulan Juli, Kementerian Keuangan mengatakan pada Rabu (20/07) bahwa meskipun pemerintah berupaya memulihkan permintaan domestik, namun pihaknya terus mengkhawatirkan perlambatan yang terus berlangsung seiring peningkatan inflasi dan pertumbuhan ekspor yang terbatas.
Pada bulan Juni lalu, harga konsumen melonjak 6,0 persen dibandingkan setahun lalu, berada di titik tertinggi dalam sekitar 24 tahun terakhir sejak krisis keuangan pada November 1998 saat tercatat kenaikan 6,8 persen.
Indeks Sentimen Konsumen (CSI) di bulan Juli tercatat di angka 96,4, turun 6,2 poin dari bulan Mei. Penurunan di bawah angka 100 terjadi untuk pertama kalinya dalam 16 bulan terakhir, menunjukkan sentimen konsumen kembali negatif atau pesimis terhadap pertumbuhan ekonomi Korea Selatan.
Terlebih lagi, tren pertumbuhan ekspor Korea Selatan pun semakin menyusut, sebagaimana jumlah ekspor pada bulan Juli hanya meningkat 5,2 persen, sementara nilai impor meningkat 19,4 persen. Sehingga defisit perdagangan pada paruh pertama tahun ini tercatat sebesar 10,3 miliar dolar AS, memecahkan rekor terbesar untuk paruh pertama setiap tahun.
Pemerintah Korea Selatan menilai kenaikan inflasi, kenaikan suku bunga acuan oleh Federal Reserve AS yang cepat, stagnasi ekonomi China, dan perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan semakin meningkatkan volatilitas pasar global dan risiko penurunan pertumbuhan global.