Seorang nenek korban perbudakan syahwat tentara Jepang, Lee Yong-soo, memprotes posisi pemerintah Korea Selatan yang menyatakan pihaknya menghormati kesepakatan mengenai wanita perbudakan syahwat yang dibuat antara pemerintah Korea Selatan dan Jepang pada tahun 2015.
Nenek Lee dalam pernyataan yang diumumkan kepada Presiden Yoon Suk Yeol pada hari Kamis (21/07) mengatakan bahwa dia tidak dapat tidur nyenyak karena pemeirntah mengakui kesepakatan tahun 2015 tersebut.
Ditambahkannya pula, kesepakatan tahun 2015 tersebut tidak sah dan semua kondisi yang didasarkan pada kesepakatan tersebut tidak dapat diterima.
Nenek Lee mempertanyakan mengapa pemerintah memaksa untuk menerima kesepakatan yang tidak masuk akal walaupun tidak ada hal yang diselesaikan dengan kesepakatan tahun 2015 tersebut. Ditambahkannya, masalah wanita perbudakan syahwat harus diselesaikan secara terpisah dari masalah lainnya.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menyatakan pihaknya akan terus berupaya mendengarkan pendapat para korban dan secara aktif melakukan komunikasi.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeir Park Jin mengatakan dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Fumio Kishida di Tokyo, Jepang, pada tanggal 19 Juli bahwa pihaknya menghormati kesepakatan tahun 2015, dan berharap masalah sejarah di masa lalu dapat diselesaikan sesuai kesepakatan tersebut.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Choi Young-sam mengatakan pada hari Kamis (21/07) bahwa Menteri Park menekankan pengembangan hubungan kedua negara yang lebih baik dengan berorientasi pada masa depan sambil menghadapi isu masa lalu, serta mendesak pihak Jepang untuk menanggapinya dengan tulus.
Ditambahkan pula, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan akan aktif melakukan komunikasi diplomatik dengan Jepang untuk memperbaiki hubungan antar-negara sambil terus mengumpulkan pendapat dari semua lapisan masyarakat Korea Selatan.