Meskipun hukum perdata saat ini melarang perkawinan antara kerabat sedarah dalam garis keturunan derajat kedelapan, namun Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa tidak konsitusional untuk membatalkan pernikahan yang melanggar hukum perdata tersebut.
Mahkamah Konstitusi pada Kamis (27/10) memutuskan bahwa pasal 809 (1) hukum perdata adalah 'konstitusional' dengan suara dukungan 5 banding 4 dari para hakim, sedangkan suara bulat menyatakan bahwa pasal 815 (2) hukum perdata dinilai 'tidak konstitusional'.
Mahkamah Konstitusi menilai bahwa tujuan hukum dari larangan tersebut adalah untuk "mencegah kebingungan yang mungkin timbul dalam hubungan timbal balik, peran, dan status antara kerabat dekat akibat perkawinan sedarah, dan untuk menjaga fungsi sistem keluarga."
Menurutnya, apabila perkawinan sedarah yang telah dilangsungkan dibatalkan, maka hal itu melanggar prinsip dengan larangan yang berlebihan serta membimbulkan hasil yang bertentangan dengan tujuan legislatif sebenarnya, yaitu 'mempertahankan fungsi sistem keluarga'.
Para hakim berpendapat bahwa pasal yang memuat pembatalan pernikahan menyebabkan anak yang dilahirkan dari perkawinan sedarah menjadi anak di luar nikah, sehingga dapat memperumit status hukum mereka, dan pihak suami istri yang melakukan pernikahan sedarah akan kehilangan hak untuk menerima jaminan sosial dan hak warisan.