Kantor Kepresidenan Korea Selatan pada Rabu (16/11) mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah Seoul yakin ruang gerak diplomasi antara Korea Selatan dan China masih cukup.
Seorang pejabat Kantor Kepresidenan membuat pernyataan tersebut sembari membantah klaim bahwa diplomasi Korea Selatan hanya berfokus pada Amerika Serikat (AS) saja.
Pernyataan ini juga merupakan posisi resmi Kantor Kepresidenan menanggapi klaim yang muncul selama perjalanan Presiden Yoon ke Asia Tenggara baru-baru ini bahwa diplomasi Korea Selatan sangat berfokus pada AS dan Jepang, sementara ruang gerak diplomasi dengan China sangat berkurang.
Pejabat itu mengatakan bahwa terdapat banyak peluang untuk berkoordinasi dengan China dalam menanggapi isu global, seperti perubahan iklim dan rantai pasokan, di luar isu-isu yang menjadi kepentingan bilateral.
Dia menegaskan bahwa berdasarkan aliansi Seoul dan Washington, diplomasi Korea Selatan tetap mengarah pada perluasan kesempatan untuk meningkatkan kerja sama dengan sejumlah negara, termasuk China.
Sementara itu, Ketua Dewan Keamanan Nasional Korea Selatan Kim Sung-han menyebut prestasi kunjungan Presiden Yoon ke Asia Tenggara menjadi tonggak penting bersejarah dalam diplomasi Korea Selatan.
Dia mengatakan bahwa Presiden Yoon bertemu dengan para pemimpin Amerika Serikat, Jepang, China, dan negara-negara ASEAN, serta mengadakan diskusi mendalam mengenai cara mengamankan kelangsungan hidup dan keamanan di masa depan.
Khususnya, dalam pertemuan puncak antara Korea Selatan dan China, kedua pemimpin negara kembali memastikan tekad untuk mengembangkan hubungan bilateral yang dilandasi pada rasa saling menghormati dan timbal balik, menjelang peringatan 30 tahun jalinan hubungan diplomatik kedua negara.
Kim juga mengatakan bahwa Presiden Yoon menyampaikan kepada Presiden Xi agar China memainkan peran yang bertanggung-jawab sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), sembari mengutip ancaman nuklir Korea Utara baru-baru ini yang dilakukan dengan frekuensi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak membawa keuntungan bagi negara manapun di kawasan, termasuk China.