Para utusan nuklir Korea Selatan, Amerika Serikat (AS), dan Jepang menggelar pertemuan di Jakarta pada Selasa (13/12) dan mendiskusikan langkah tanggapan terhadap eskalasi provokasi dan ancaman rudal Korea Utara.
Dalam pidato pembukaanya di pertemuan yang digelar di Kedutaan Besar AS di Indonesia, ketua negosiasi nuklir Korea Selatan, Kim Gunn, mengatakan bahwa komunitas internasional tidak akan mengakui Korea Utara sebagai negara pemilik senjata nuklir dan menyerukan agar rezim tersebut menghadapi kenyataan yang ada.
Dia menggarisbawahi bahwa lebih dari 30 tahun komunitas internasional bersama mengupayakan tujuan bersama pencapaian denuklirisasi Korea Utara, menambahkan bahwa hal tersebut tidak akan pernah berubah.
Kim mengatakan bahwa di tengah pandemi dan bencana alam, Pyongyang tetap mengembangkan program rudal dan nuklirnya, sehingga melemahkan keamanan nasional, mengacaukan ekonomi dan membuat negaranya semakin terisolasi.
Ditekankan pula mengenai pentingnya dialog sebagaimana Seoul dengan tulus berniat berdialog dengan Pyongyang dan bahwa pintu dialog tetap terbuka.
Utusan nuklir AS, Sung Kim, meminta negara-negara di seluruh dunia untuk bersama mendesak Korea Utara menaati resolusi-resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menekankan pentingnya persatuan global dalam menyuarakan hal tersebut.
Utusan nuklir Tokyo, Takehiro Funakoshi mengatakan bahwa jika Korea Utara melakukan uji coba nuklir ketujuh, maka ketiga negara akan mengambil tanggapan kerja sama keamanan yang lebih kuat.
Dikatakannya bahwa pemerintah Jepang akan mempertimbangkan segala pilihan, termasuk meningkatkan anggaran pertahanan hingga dua persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) dan meningkatkan kemampuan serangan balasan.
Menyebut peningkatan aktivitas siber ilegal Korea Utara, Funakoshi berjanji mempererat kerja sama dengan negara-negara yang menghadapi tantangan serupa dan meninjau sanksi PBB tambahan.
Rapat trilateral terakhir dilaksanakan tiga bulan lalu di awal September.