Menjelang kunjungan Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida ke Korea Selatan, sejumlah aktivis dan warga Korea Selatan berunjuk rasa di depan gedung Kantor Kepresidenan Yongsan, di Seoul. 

Dalam demonstrasi untuk memprotes pertemuan puncak Korea Selatan dan Jepang, para pedemo mengkalim bahwa permohonan maaf resmi dan kompensasi mengenai masalah perbudakan syahwat oleh militer Jepang dan korban kerja paksa di masa pendudukan Jepang harus menjadi masalah prioritas untuk memperbaiki hubungan kedua negara. 

Mereka juga menyerukan pemerintah Seoul harus menyampaikan tanggapan yang lebih keras terhadap posisi Jepang. Seperti klaim Jepang akan kedaulatan pulau Dokdo dan rencana Jepang untuk membuang limbah air yang terkontaminasi dari PLTN Fukushima yang lumpuh akibat gempa bumi dan tsunami pada 2011.

Bahkan, unjuk rasa lain untuk menyambut hangat atas pelaksanaan pertemuan puncak kedua negara, juga digelar secara bersama-sama, dengan mengungkapkan pemulihan hubungan kedua negara harus diprioritaskan untuk memperkuat aliansi antara Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jepang. 

Partai politik Korea Selatan pun menunjukkan pandangan yang berbeda mengenai gelaran pertemuan puncak antara kedua negara. 

Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa menilai bahwa, fase yang baru dalam hubungan Seoul dan Tokyo sudah terbuka. Sementara partai oposisi utama, Partai Demokrat Korea mengkritik tidak adanya permintaan maaf Jepang untuk masa lalu sebagai semacam diplomasi menyerah (tunduk) yang langka dalam sejarah.