Akibat penutupan jalur perbatasan antarnegara yang diakibatkan pandemi COVID-19, jumlah pembelot Korea Utara ke Korea Selatan pada tahun lalu hanya mencapai 67 orang.
Ketua Kehormatan Bersama Komite Hak Asasi Manusia Korea Utara Roberta Cohen menyatakan pada hari Kamis (18/05) waktu setempat, bahwa 33 ribu orang pembelot Korea Utara berhasil tiba di Korea Selatan melalui China atau Negara Asia Tenggara selama 20 tahun. Meskipun ada upaya pemulangan paksa ke Korea Utara terkait hal tersebut.
Hal itu disampaikan dalam konferensi hak asasi manusia Korea Utara yang digelar oleh Lembaga Peneliti Hoover, National Endowment for Democracy (NED), HRNK.
Ditambahkan pula, jumlah pembelot serupa mengalami penurunan secara drastis setelah pandemi COVID-19 akibat penutupan perbatasan dan perintah pembunuhan terhadap pembelot.
Walaupun lebih dari seribu pembelot masuk ke Korea Selatan sebelum pandemi COVID-19, namun hanya 67 orang pembelot Korea Utara yang masuk ke Korea Selatan pada tahun lalu.
Menurut Cohen, China melakukan pemulangan paksa penduduk Korea Utara dan juga memiliki informasi pembelot Korea Utara bersama Korut.
Jumlah pembelot Korea Utara yang dipulangkan secara paksa bertahan di penjara selama lebih 5 tahun serta mendapatkan penyiksaan seperti pukulan, kerja paksa, pengguguran kandungan, hingga eksekusi.
Ketua Cohen mengatakan bahwa, hukuman yang sangat serius dilaksanakan terhadap orang yang mencoba mengevakuasi ke Korea Selatan atau berkontak dengan orang Korea Selatan.
Ditambahkan pula, pihaknya melakukan wawancara dengan jutaan orang penduduk Korea Utara yang ditahan di China. Mereka tetap ditahan di China akibat penutupan perbatasan walaupun harus dipulangkan ke Korea Utara.
Cohen menyatakan bahwa, pemerintah Korea Selatan rela menerima para pembelot Korea Utara, namun China tidak rela menyerahkannya ke Korea Selatan, karena China berpendapat aksi pembelotan penduduk Korea Utara ke Korea Selatan bisa mengancam rezim Kim Jong-un.