Pemberian uang tip diakui masih terasa asing bagi masyarakat Korea Selatan. Namun akhir-akhir ini bermunculan kontroversi di tengah masyarakat, karena beberapa perusahaan mencoba untuk menerapkan pemberian tip di Korea Selatan.
Kontroversi itu berasal dari platform taksi online sejak Kakao Mobility, operator layanan panggilan taksi utama Kakao-T telah memperkenalkan layanan pilihan untuk memberikan uang tip kepada sopir taksi sejak tanggal 19 bulan Juli lalu.
Jika layanan taksi memuaskan, maka penumpang dapat memberikan tip hingga 2.000 won melalui aplikasi.
Namun antipati konsumen atas fenomena tersebut mulai muncul. Terdapat sebuah hasil survei terbaru yang menunjukkan bahwa 7 dari 10 konsumen menentang penerapan pemberian uang tip taksi tersebut.
Kontroversi itu yang dimulainya dari layanan taksi, tentu sudah diperluas ke beberapa tempat makanan, seperti kafetaria dan toko roti yang terkenal.
Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS), para pekerja layanan jasa di AS tidak mendapatkan upah minimum, sehingga mereka menebusnya melalui uang tip. Namun di Korea Selatan metode yang diberikan bagi pekerja jasa telah mencapai upah minimum tanpa uang tip.
Di Korea Selatan, sulit untuk menanggapi pemberian uang tip sebagai uang ilegal, jika tidak ada paksaan. Namun pemberian tip tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Sanitasi Makanan yang berlaku saat ini. Karena pengusaha memiliki kewajiban untuk memasang label harga di tempat bisnisnya, dan ditetapkan bahwa mereka harus menerima biaya dari pelanggan sesuai dengan harga yang tertulis di label itu.
Bagaimanapun, meski hal ini belum tentu merupakan masalah hukum, namun beban itu akan ditanggung oleh konsumen, yang juga ada kemungkinan atas naiknya inflasi.