Pengadilan Distrik Pusat Seoul telah menolak permintaan jaksa penuntut untuk mengajukan surat perintah penahanan praperadilan terhadap Ketua Partai Demokrat Korea (DP), Lee Jae-myung atas tuduhan dugaan korupsi.

Dalam penolakan surat perintah tersebut pada hari Rabu (27/09) pagi, pengadilan mengatakan bahwa sulit untuk mengakui kebutuhan dalam menempatkan Lee di balik jeruji besi dengan mempertimbangkan haknya untuk melakukan pembelaan dan risiko penghancuran barang bukti.

Meskipun mengutip kurangnya bukti langsung, pengadilan mengatakan bahwa risiko pemimpin oposisi itu akan menghancurkan bukti belum mencapai tingkat yang diperlukan untuk menggantikan prinsip investigasi dan persidangan tanpa penahanan.

Lee hadir dalam sidang pemeriksaan surat perintah penahanan pada hari Selasa (26/09) pagi untuk menentukan penahanan praperadilannya, yang berlangsung selama lebih dari sembilan jam.

Selama menjabat sebagai walikota Seongnam, Provinsi Gyeonggi, Lee diduga memberikan berbagai keistimewaan kepada pengembang swasta dan menyebabkan kerugian kepada pemerintah kota dengan mengubah peraturan zonasi untuk bekas lokasi Korean Food Research Institute di Baekhyeon-dong antara tahun 2014 dan 2015.

Kejaksaan juga menyelidiki kecurigaan bahwa ia terlibat dalam pengiriman uang sebesar 8 juta dolar AS ke Korea Utara oleh ketua Ssanbangwool Group antara bulan Januari 2019 dan Januari 2020 saat Lee menjabat sebagai gubernur Provinsi Gyeonggi, yang diduga ditransfer untuk memfasilitasi perjalanannya ke rezim tersebut.

Keputusan pengadilan itu muncul beberapa hari setelah mantan calon presiden itu menghentikan aksi mogok makannya selama 24 hari, di mana Majelis Nasional menyetujui mosi yang mengizinkan penangkapannya dalam pemungutan suara tertutup yang diikuti oleh 39 pembelotan dari DP.

Lee telah menerima perawatan medis sejak dia dirawat di rumah sakit pada hari Senin (18/09) pekan lalu karena masalah kesehatan yang diakibatkan oleh aksi mogok makan yang berkepanjangan.