Kantor Kepresidenan Korea Selatan menyatakan pada hari Selasa (14/11) bahwa Kesepakatan Militer AntarKorea yang disepakati pada 19 September 2018 lalu memiliki berbagai masalah, karena membatasi kemampuan militer Korea Selatan untuk mengintai Korea Utara, dan postur pertahanan militer Korea Selatan termasuk latihan militer secara berlebihan.
Ditambahkan pula, pihaknya akan mempertimbangkan berbagai hal dan langkah-langkah yang dibutuhkan sambil mencermati sikap Korea Utara.
Hal tersebut ditafsirkan bahwa diantara isi Kesepakatan Militer AntarKorea terkait 'wilayah penyangga' yang disediakan untuk mencegah bentrokan bersenjata di daratan, udara, dan maritim, pasal yang dilanggar oleh Korea Utara bisa dipertimbangkan kembali.
Kementerian Unifikasi juga menyatakan bahwa isi tersebut membatasi postur pertahanan militer Korea Selatan secara berlebihan, sehingga pihaknya mempertimbangkan penghentian pemberlakuan tersebut.
Menteri Pertahanan Shin Won-sik telah pernah menuturkan bahwa penetapan wilayah larangan penerbangan sesuai Kesepakatan Militer AntarKorea membatasi kemampuan pengintaian militer Korea Selatan terhadap artileri jarak jauh Korea Utara.
Sehubungan dengan penghentian pemberlakuan Kesepakatan Militer AntarKorea, Kantor Kepresidenan Korea Selatan telah menyatakan bahwa pihaknya bisa mempertimbangkan langkah yang dibutuhkan apabila Korea Utara kembali melakukan provokasi yang signifikan.
Sehingga, apabila Korea Utara meluncurkan satelit yang diperkirakan sebagai rudal balistik antarbenua atau melakukan uji coba nuklir ke-7, maka kemungkinan besar Kesepakatan Militer AntarKorea akan dibatalkan.