Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa melanjutkan aksi filibuster untuk hari kedua untuk menunda pemungutan suara di parlemen atas rancangan undang-undang (RUU) yang mengamanatkan penyelidikan oleh penasihat khusus atas dugaan campur tangan dalam laporan militer mengenai kematian seorang marinir pada tahun 2023.
PPP melakukan filibuster itu pada hari Rabu sore (03/07), setelah partai oposisi utama Partai Demokrat (DP) mengajukan RUU tersebut dalam sidang pleno Majelis Nasional.
Perdebatan sengit terjadi ketika anggota parlemen PPP menuduh partai oposisi yang mendorong pengesahan RUU tersebut untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol. Sementara partai-partai oposisi mengatakan bahwa majelis harus mengesahkan RUU tersebut sebelum memasuki 1 tahun pasca kematian marinir tersebut untuk menjelaskan kasus itu.
Filibuster diperkirakan akan berakhir pada hari Kamis sore (04/07), karena anggota parlemen DP mengajukan permintaan untuk penghentian segera setelah prosedur dimulai.
Di bawah Undang-Undang Majelis Nasional, filibuster dapat diakhiri setelah 24 jam jika setidaknya tiga perlima anggota parlemen yang hadir menyetujuinya.
Setelah masa filibuster berakhir, maka pihak oposisi kemungkinan akan memberikan suara untuk pengesahan RUU tersebut.
DP mengatakan bahwa mereka berencana untuk meloloskan RUU tersebut sebelum majelis mengadakan sesi interpelasi tentang pendidikan, masyarakat dan budaya.