Kementerian Luar Negeri Korea Selatan memaparkan bahwa pihaknya telah meminta Jepang untuk menginformasikan sejarah tentang 'kerja paksa' warga Korea dalam isi pameran di Tambang Sado, Jepang, namun Tokyo tidak menerima seruan tersebut.
Dalam jawaban yang diserahkan kepada anggota Komite urusan Diplomatik dan Unifikasi Parlemen, Lee Jae-jung pada hari Selasa (06/08), kementerian mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan tersebut dalam proses negosiasi mengenai materi dan isi yang akan dipamerkan di ruang pameran sekitar Tambang Sado.
Jepang telah pernah berjanji untuk menyertakan sejarah kerja paksa bagi warga Korea ketika mereka mendaftarkan pulau Hashima sebagai warisan dunia UNESCO pada tahun 2015 lalu, namun Jepang akhirnya tidak menepati janji tersebut.
Bahkan, sesaat setelah terdaftarnya sebagai Warisan Dunia, Jepang mengklaim bahwa 'dipaksa bekerja' tampaknya merupakan konsep yang berbeda dengan 'kerja paksa' yang menurut hukum internasional, adalah tindakan legal. Tidak hanya itu Jepang juga tetap melanjutkan posisi sebelumnya sebagaimana mobilisasi kerja warga Korea oleh pemerintah Jepang saat zaman penjajahan, bukanlah pengerahan paksa dan ilegal, yang justru memicu kontroversi.
Sebelumnya, pemerintah Korea Selatan sepakat untuk mendaftarkan Tambang Sado dengan syarat Jepang akan mencantumkan 'sejarah lengkap' atas situs tersebut, termasuk kerja paksa warga Korea, dan keduanya telah melakukan pembicaraan langkah lanjutan, tepat sebelum terdaftarnya sebagai warisan budaya dunia.