Pemimpin partai oposisi Korea Selatan pada hari Minggu (08/12) mendefinisikan pernyataan bersama dari partai berkuasa dan Perdana Menteri yang menyebut akan menjalankan urusan negara dengan diskusi yang erat sebagai aksi "pemberontakan kedua".

Ketua partai oposisi utama, Partai Demokrat (DP) Lee Jae-myung, mengkritik pernyataan partai berkuasa sehari sebelumnya yang mengatakan bahwa pihaknya akan membuat sejumlah langkah bagi Presiden Yoon untuk mundur lebih awal dengan cara yang tertib.

Lee Jae-myung mengungkapkan bahwa partai berkuasa dan Perdana Menteri bersama-sama menggunakan wewenang presiden untuk mengatasi krisis ini akibat pengumuman darurat militer, dinilai tidak konstitusional dan merupakan pelanggaran yang jelas terhadap konstitusi. 

Ia menambahkan, bahwa partainya berniat untuk mempertimbangkan mosi pemakzulan terhadap PM Han, karena adanya kemungkinan besar bagi PM Han ikut terlibat dengan menyetujui perintah darurat militer. Lee juga menduga adanya potensi Yoon akan kembali mengeluarkan kebijakan yang radikal seperti darurat militer kedua, sebagaimana Yoon masih memegang kekuasaan militer. 

Partai Demokrat secara resmi mengumumkan partainya akan melanjutkan rencana untuk melakukan pemungutan suara atas mosi pemakzulan Presiden Yoon pada hari Sabtu (14/12) pekan ini, dan harus berhasil mengadopsi pemakzulan presiden sebelum perayaan Hari Natal (25/12) mendatang. 

Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Woo Won-sik pun menyebut kesepakatan dari PM dan partai berkuasa untuk menggunakan wewenang presiden tersebut adalah ilegal, dengan mencatat penggunaan wewenang presiden yang tidak diberikan oleh siapa pun, adalah jelas inkonstitusional.