Jaksa dan penyidik dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) berusaha untuk membawa Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol secara paksa untuk diinterogasi, setelah ia berulang kali menolak untuk bekerja sama setelah ditempatkan dalam tahanan praperadilan pada Minggu (19/01) dini hari.
Namun, penyidik gagal menginterogasinya karena Yoon menentang upaya tersebut.
Pada Minggu dini hari, Pengadilan Distrik Barat Seoul mengeluarkan surat perintah penahanan praperadilan untuk Presiden Yoon atas upaya darurat militernya yang gagal bulan lalu, dengan alasan kekhawatiran tentang penghancuran barang bukti.
Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah konstitusional Korea Selatan, seorang presiden yang sedang menjabat ditahan dalam tahanan praperadilan.
Yoon yang saat ini sudah ditahan di Pusat Penahanan Seoul, menghadapi tuduhan memimpin pemberontakan terkait dengan dekrit darurat militernya yang berlaku secara singkat.
Penyidik dapat menahan Yoon hingga 20 hari, termasuk hari-hari yang telah dihabiskannya di pusat penahanan.
CIO yang memimpin investigasi, menyampaikan pernyataan singkat yang menunjukkan bahwa mereka akan mengikuti hukum dan prosedur yang relevan.
Tim pembela Yoon mengecam pengadilan, dengan mengatakan tidak ada risiko bahwa ia akan menghancurkan bukti karena ia telah diskors dari tugasnya.
Tim pembela pada hari Senin (20/01) mendesak CIO untuk mencabut pembatasan yang hanya mengizinkan presiden untuk bertemu dengan penasihat hukumnya, dengan menuduh lembaga tersebut melanggar hak-haknya.
Karena Yoon terus menolak interogasi CIO sejak penahanan praperadilan hari Minggu, penyidik dari lembaga tersebut datang ke pusat penahanan pada hari Senin sore dalam upaya untuk membawa presiden untuk diinterogasi secara paksa.
Namun karena Yoon menentang upaya tersebut, penyidik menghentikan upaya tersebut pada pukul 9 malam, dan CIO mengatakan bahwa mereka akan Kembali mencoba membawa Yoon untuk diinterogasi.